SOLOPOS.COM - Ketua MPR yang juga Ketua Dewan Kehormatan PDIP Sidarto Danusubroto (kiri) berbincang dengan Gubernur DKI Jakarta yang juga capres PDIP Joko Widodo alias Jokowi (kanan). (JIBI/Solopos/Antara/Regina Safri)

Solopos.com, JAKARTA — Ketua Dewan Kehormatan PDIP Sidarto Danusubroto menyatakan calon presiden (capres) Joko Widodo (Jokowi) berulang kali menegaskan niatnya membentuk kabinet profesional jika terpilih sebagai presiden. Kabinet profesional dibentuk agar tidak jadi mesin uang atau ATM [automated teller machine] partai politik.

Sidarto menjelaskan koalisi rakyat maupun kabinet profesional merupakan langkah tepat untuk membangun bangsa dan negara yang lebih baik. Pengalaman selama ini ada beberapa partai berdiri di atas dua kaki. Satu kaki di pemerintah dan satu kaki lainnya di oposisi. “SBY [Susilo Bambang Yudhoyono] kerepotan,” katanya dalam diskusi Fenomena Konsultan Politik dalam Industri Demokrasi yang digelar Erich Institute di Jakarta, Minggu (20/4/2014).

Promosi BRI Bantu Usaha Kue Kering di Sidoarjo Berkembang Kian Pesat saat Lebaran

Alhasil, Jokowi melemparkan koalisi dengan rakyat dan menolak koalisi mayoritas. Orang profesional akan ditempatkan di kabinet agar tidak menjadi ATM oleh partai politik sebagaimana terjadi pada kabinet-kabinet sebelumnya.

“Banyak [kabinet] yang jadi ATM partai politik, ada yang sudah jadi tersangka, terpidana, dan ATM abu-abu. ATM abu-abu artinya dia diberi fasilitas partai tetapi partainya kena pidana,” jelas Sidarto.

Jokowi, menurut Sidarto yang juga Ketua MPR ini, sudah berpengalaman dalam menjalankan roda pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Bersama wakilnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dukungan legislatif terbilang minoritas tetapi keduanya didukung oleh rakyat.

Akhirnya ketika eksekutif mendapat serangan bertubi-tubi dari DPRD dalam berbagai rupa mulai ancaman pemakzulan hingga pengajuan hak interpelasi, hal itu sekadar wacana di legislatif yang tidak terwujud.

“Banyak anggota Dewan serang Jokowi-Ahok. [Tapi akhirnya] ada punishment dari publik dia tidak dipilih lagi. Ini dinamika perpolitikan Indonesia,” jelas Sidarto.

Sebelumnya, dalam diskusi itu, Ketua Balitbang DPP Partai Golkar, Indra J. Piliang, mengkritik pernyataan salah satu capres yang akan menempatkan kabinet profesional pada kepemimpinannya. Menurut Indra, hal itu sama saja mencari musuh.

Dia tidak menyebutkan siapa capres yang dimaksud tetapi yang sering menyampaikan hal itu adalah Jokowi.

“Ini cari musuh, seolah-olah politikus tidak profesional. Capres seperti ini seolah-olah pengambil keputusan mayoritas mutlak. Padahal di DPR 2/3 atau 4/5, kalau tidak menguasai 70% [kursi] kebijakan enggak jalan,” katanya.

Indra menuding capres seperti itu tidak bisa membaca konstitusi yang memosisikan presiden sebagai strong presidential bukan weak presidential yang diterapkan Presiden SBY sekarang. Dia meminta konsultan atau bakal capres untuk memahami bahwa kekuasaan berada di tangan parlemen.

“Selain dikuasai rakyat, juga menguasai 75% di parlemen. Bahasa seperti ini harus dipahami konsultan politik yang dekat dengan calon presiden,” ujarnya.

Dalam kesempatan lain, Sidarto juga mengatakan Indonesia membutuhkan sosok yang dapat memberi contoh untuk hidup sederhana.  Jokowi, lanjutnya, merupakan contoh yang baik untuk memberikan teladan keserhanaan. Saat menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, Jokowi menggunakan mobil Toyota Kijang dan sering memakai kemeja putih untuk blusukan.

Sidarto juga berharap jika menjadi presiden, Jokowi tetap menjaga kesederhanaannya.  “Saya harap nanti jika Pak Jokowi jadi presiden tetap pakai mobil Kijang dan kemeja putih. Tidak cuma Pak Jokowi, tapi ke bawah-bawah sampai bupati, mobil diganti Kijang dan pakai kemeja putih semua,” tutur Sidarto dalam Sarasehan Menilai Jokowi: Jokowi di Mata Intelektual, Minggu.

Sidarto juga berharap agar pejabat Indonesia dapat meniru pejabat Malaysia yang menggunakan mobil Proton produk dalam negeri Malaysia. “Nanti mobil-mobil pejabat yang mahal-mahal itu dijual saja, biar hemat anggaran,” lanjutnya.

Selain Sidarto, ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menambahkan sosok Jokowi merupakan figur yang down to earth (membumi). “Jokowi dari latar belakang pengusaha, datang dari bawah. Kebangkitan Jokowi itu sebagai ujung tombak kelas menengah ke bawah,” ujarnya. (Annisa Sulistyo Rini/JIBI/Bisnis)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya