SOLOPOS.COM - Penyapu jalan (JIBI/Harian Jogja/Rina Wijayanti)

Penyapu jalan (JIBI/Harian Jogja/Rina Wijayanti)

Mulai pukul 11.00 WIB hingga petang hari Paimin dan Gunarto mulai menarik gerobak orange. Mereka menyusuri Jalan Malioboro.     Mulai dari Toko Batik Terang Bulan hingga kawasan Titik Nol Kilometer. Dengan perlengkapan sapu, pengangkut sampah dan bakul mata mereka berkeliaran di antara ramainya wisatawan di Malioboro.

Promosi Selamat Datang Kesatria Bengawan Solo, Kembalikan Kedigdayaan Bhineka Solo

Apa yang mereka cari? Sampah. Satu persatu sampah-sampah tersebut digiringnya ke dalam bakul dan dimasukkan ke dalam gerobak. Selangkah demi selangkah, Paimin mendorong sementara Gunarto menarik gerobak orange.

Setibanya di sekitar Benteng Vredeburg, gerobak yang mereka jalankan berhenti. Keduanya berjalan ke samping, menyusuri sekitar tempat duduk taman permanen. Kedua mata mereka tetap mencari sampah.

Di kawasan tersebut, serok penampung sampah yang dibawa Paimin penuh plastik dan juga lidi tusuk sate. Dua jenis sampah itu dikatakan mereka memang sampah paling banyak yang ditemukan di sekitar Benteng terutama menjelang sore hari.

Selain karena para PKL liar yang tidak memperlengkapi diri dengan tempat sampah, para pedagang yang tidak memiliki lapak seperti penjual sate keliling juga kerap mendatangkan sampah. Namun, lebih dari itu, Paimin lebih menyesalkan perilaku para pembeli makanan.     “Kebanyakan dari mereka main buang saja setelah makanannya habis. Inilah kemudian yang menjadi tugas saya mengambil dan menyapunya,” katanya ditemui saat menyapu di sekitar Benteng, Rabu (28/3).

Paimin dan Gunarto hanya dua petugas penyapu jalanan yang tidak memiliki harapan banyak. Keduanya juga mengaku tidak memiliki keinginan tinggi selain melihat jalan dan lingkungan Jogja bersih.

Apalagi untuk penghargaan Adipura Kencana, dua lelaki ini mengaku tidak mengerti akan memberikan dampak bagi Jogja terlebih bagi dirinya.

Belum lama ini Kota Jogja gagal meraih penghargaan Adipura Kencana. Kegagalan itu disebabkan karena kebersihan Kota Jogja dinilai berada di bawah standar. Kebersihan Jogja berada di bawah Malang dan Manado.

Abdul Qodir, koordinator lapangan penyapu jalanan kantor Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Jogja mengaku kerap menahan rasa emosi ketika melihat orang membuang sampah tidak pada tempat.

Sebelum menjabat sebagai korlap, sejak 1985 silam Abdul menghidupi lima anaknya dengan bekerja sebagai penyapu jalanan dan pengangkut sampah. Gaji yang ia peroleh saat itu dinilainya sangat pas dan bahkan kerap kurang.

Dengan berjalannya waktu, Abdul diangkat menjadi pegawai tetap dan kini bertugas mengkoordinir para penyapu jalan.

“Meski hanya nyapu, tapi kami ini bekerja juga dengan tenaga dan juga pakai hati. Jadi jika ada yang buang sampah dari mobil atau sembari naik sepeda motor dan melemparkan di jalan rasanya kok sakit sekali. Seolah kami tak dihargai,” katanya.

Dalam satu hari, jalanan di Jogja disapu dua kali. Pada shift pertama penyapuan dilakukan pada subuh hingga siang pukul 12.00 WIB. Sementara pada shift kedua penyapuan dilakukan hingga pukul 18.00 WIB.

Terdapat lima sektor pos kumpul petugas sapu di Jogja. Di antaranya Malioboro, Ngasem, Tungkak, Gading dan Kranggan. Saat ini jumlah seluruh penyapu jalan sekitar 189 orang.

Abdul mengaku membersihkan kawasan PKL sulit dilakukan karena kebanyakan membuang air limbah yang bercampur dengan sisa makanan secara bersamaan. Ada juga PKL yang tidak memiliki tempat sampah.

Jika tidak menimbulkan sumbatan, sisa sisa dan bungkus makanan itu akhirnya menumpuk dan sulit dibersihkan.

Abdul menyayangkan ajakan menjaga kebersihan di Jogja kurang dilengkapi dengan penambahan fasilitas tempat sampah. Padahal deretan PKL kian menjamur.

Selain menghilangkan sampah, Abdul juga harus menyemprot lantai berminyak dengan air bertekanan tinggi disertai cairan penghilang bau amis. Penyemprotan dilakukan dua kali dalam satu bulan.

“Kurang enaknya jika ada pejabat yang masih komplain jalanan kok masih kotor, padahal kami sudah maksimal sekali,” katanya.

Dengan kondisi tersebut, Abdul menilai pekerjaan seorang petugas kebersihan bak sebuah ibadah. Dia berharap, kalimat kebersihan bagian dari iman juga ada pada nurani warga Jogja. Harapannya sederhana, buanglah sampah pada tempatnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya