SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JOGJA – Kemacetan yang terjadi di sejumlah ruas jalan di DIY berimbas pada pejalan kaki. Pasalnya, pengendara sepeda motor yang terjebak macet, lebih memilih menggunakan trotoar untuk lepas dari antrean.

Hak-hak pejalan kaku menjadi dilanggar karena tidak sedikit trotoar yang beralih fungsi menjadi parkir dan jalan pintas bagi pengendara sepeda motor. “Ya, kalau pas lampu merah kendaraan antre, banyak motor yang makai trotoar ini sebagai jalan,” kata Pratomo, 45, warga Jalan Mayor Suryotomo, Jogja, Senin (10/12/2012).

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Senada disampaikan Sulistiana Ningrum, 30, di Jalan Mataram. Menurutnya, selain dipenuhi PKL trotoar sudah biasa dijadikan parkir kendaraan. Bahkan, tidak jarang motor lewat trotoar kalau saat macet. “Pernah suatu saat saya berjalan di trotoar, di klakson motor suruh cepet. Lha, trotoar kan buat pejalan kaki,” kesalnya.

Berdasarkan pantauan Harian Jogja, ruas jalan yang sering padat kendaraan terutama terjadi di Jalan Laksda Adisutjipto, Jl Urip Sumoharjo, Jalan Jenderal Sudirman hingga Jalan Diponegoro.

Kemacetan juga telihat di jalur utama Jalan Kusuma Negara, Sultan Agung hingga perempatan Wirobrajan. Nasib serupa juga terjadi pada Jalan Mataram hingga Jalan Brigjend Katamso terutama pada jam-jam sibuk, pagi, siang dan sore. Bahkan, saat libur di Titik Nol Kilometer padat dengan kendaraan bermotor sehingga arus dari Jalan Senopati hingga Jalan Ahmad Dahlan berjalan merayap.

Kemacetan terjadi salah satunya akibat tingginya pemakaian kendaraan pribadi. Total kendaraan yang terdaftar di Jogja selama 2011 mencapai 382.265 unit. Rinciannya, sebanyak 43.863 unit mobil, 2.110 unit bus, 12.933 unit angkutan barang, 233 unit kendaraan khusus dan 323.126 unit sepeda motor. Jogja menjadi penyumbang ketiga jumlah kendaraan setelah Sleman (577.711 unit) dan Bantul (383.849 unit).

Sayang, pertumbuhan kendaraan tersebut tidak diimbangi dengan kondisi jalan yang dalam beberapa tahun terakhir tidak mengalami perubahan. Data Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Jogja 2011, menunjukkan panjang jalan yang diaspal di Jogja mencapai 248,092 meter dengan kondisi jalan baik 99,44%, sedang 104,22% dan rusak 44,43%. Selama 2012, di wilayah Jogja hanya Jalan Batikan dan kawasan Kleringan yang dibangun dan selebihnya tak ada lagi jalan yang dibangun.

Kasat Lantas Polresta Jogja Kompol Bambang S Wibowo menjelaskan, untuk mengantisipasi kemacetan di Jogja perlu konsep dan perencanaan yang terukur. Selain itu, implementasi tindakan dari pemerintah harus terencana dengan baik. “Yang pertama harus dilakukan adalah pengumpulan data di lapangan, terkait faktor-faktor seperti lokasi dan potensi lainnya. Kedua, memilih dan memilah penanganan lokasi kemacetan berdasarkan skala prioritas yang disesuaikan kerawanan. Dan ketiga menentukan penanganan,” paparnya.

Disinggung soal efektivitas jalur searah yang bisa diterapkan, Bambang mengatakan, penentuan jalur searah merupakan alternatif terakhir dari implementasi pengaturan traffic system. Meski begitu, jelasnya, bila terjadi kesalahan konsep hal itu bisa menimbulkan masalah baru.

Untuk itu, kata Bambang, penerapan jalur searah perlu ada kajian yang cermat dan mendalam. “Itu [jalur searah] kalau salah diterapkan justru bisa meningkatkan permasalah baru. Jalur searah ini bukan solusi efektif yang bisa diterapkan sebagai main solution di semua jalan,” tegasnya.

Dia menyontohkan, penerapan jalur searah di jalan Kapas oleh Pemkot, dalam hal ini Dinas Pehubungan (Dishub) Jogja. “Anda bisa melihat sendiri. Bukan menyelesaikan masalah [kemacetan] tetapi justru menambah problem parkir yang mempersempit badan jalan dan munculnya pelanggaran rambu itu sendiri,” kritik Bambang.

Untuk itu, sambungnya, semua permasalahan tersebut juga tidak bisa diselesaikan oleh satu instansi atau institusi saja. “Tetapi, perlu ada kesatuan gerak semua stakeholder termasuk masyarakat. Karena traffic problems merupakan social responsibility,” pungkasnya.

Terpisah, Pemerintah Kota (Pemkot) Jogja masih belum memiliki konsep yang disepakati bersama untuk mengurai kemacetan dan mengantisipasi ancaman kemacetan total pada 2015, selain memaksimalkan kondisi yang ada. “Untuk menangani kemacetan itu tidak bisa sendiri-sendiri, tapi semua pemangku kebijakan harus duduk bersama,” kata Walikota Jogja, Haryadi Suyuti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya