Jembatan Kereta Zaman Belanda di Klaten Kini Jadi Penghubung 2 Desa
Jembatan penghubung antara Desa Mranggen dengan Desa Blimbing merupakan bekas jalur kereta pengangkut tebu pada era kolonial Belanda.

SOLOPOS.COM - Warga melintas di jembatan penghubung antara Desa Mranggen, Kecamatan Jatinom dengan Desa Blimbing, Kecamatan Karangnongko, Klaten, Selasa (18/1/2022). Jembatan itu sebelumnya jalur montit pengangkut tebu. (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)
Solopos.com, KLATEN—Jembatan sempit di atas Embung Mranggen menjadi penghubung antara Desa Mranggen, Kecamatan Jatinom, dengan Desa Blimbing, Kecamatan Karangnongko, Klaten. Jembatan itu merupakan bekas jalur kereta pengangkut tebu pada era kolonial Belanda.
Jembatan itu berada di antara Dukuh Karanganyar, Desa Mranggen, dengan Dukuh Nglembu, Desa Blimbing. Jembatan itu berlantai cor dengan konstruksi tiang cor batu serta ada konstruksi besi tua.
PromosiMasalah Mendasar Kemiskinan di Desa adalah Upah Riil Pertanian Rendah
Jembatan itu terbentang sejauh 50 meter dan sekitar 12 meter di atas alur sungai. Lebar jembatan sekitar 1,25 meter dan hanya cukup untuk dilewati kendaraan roda dua. Jembatan itu berada di atas Embung Mranggen.
Baca Juga: Umbul Kroman, Surga Tersembunyi di Desa Mranggen Klaten
Salah satu warga, Wito Martono, 70, mengatakan jembatan itu sudah ada sejak era kolonial. Awalnya, jembatan itu merupakan jalur montit, kereta pengangkut tebu yang terhubung hingga ke wilayah Pabrik Gula (PG) Gondang di Jogonalan.
Dia pun meyakini jembatan itu sudah berumur lebih dari 100 tahun. Setelah tak lagi difungsikan untuk jalur montit, jembatan tersebut dimanfaatkan warga menjadi akses penghubung antardukuh di dua kecamatan.
“Dulu di bawah jembatan itu sungai dan airnya sangat deras kalau banjir. Sekarang sudah ada jalur jalur-jalur air sidatan sehingga airnya tidak sederas zaman dulu,” kata Wito saat ditemui Solopos.com di Dukuh Karanganyar, Selasa (17/1/2022).
Baca Juga: 2 Jembatan di Klaten Bakal Dibangun Tanpa Tiang
Awalnya, warga menutup lantai jembatan menggunakan kayu. Lantaran tak awet, kayu tersebut diganti dengan cor hingga kini. “Kalau tahun berapa pemasangan kayu sampai diganti dengan cor saya sudah tidak ingat. Itu sudah lama,” jelas dia.
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini". Klik link https://t.me/soloposdotcom kemudian join/bergabung. Pastikan Anda sudah menginstall aplikasi Telegram di ponsel.
Solopos.com Berita Terkini