SOLOPOS.COM - Ilustrasi dana bansos (JIBI/Solopos/Reuters)

Anggaran bansos menjelang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 naik. Padahal, tahun lalu pemerintah mengklaim angka kemiskinan turun.

Solopos.com, JAKARTA — Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, mengatakan realisasi belanja pemerintah pusat mulai akhir Februari 2018 masih menunjukan angka yang normal. Namun, dia menyoroti kenaikan anggaran bantuan sosial (bansos) yang signifikan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kenaikan belanja bantuan sosial (bansos) merupakan konsekuensi dari total anggaran Kementerian Sosial (Kemensos) yang naik cukup signifikan pada tahun ini. Rumusnya jika anggaran naik, maka realisasi memang seharusnya naik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

“Saya kira memang ini masih dalam fase yang normal. Untuk awal tahun, memang trennya selalu demikian. Belanja modal belum signifkan karena biasanya pada awal tahun sifatnya masih administratif,” kata Eko, Senin (12/3/2018).

Bagi Eko, hal yang menarik justru kenaikan belanja bantuan sosial dan subsidi. Memang dia mengakui ada dua aspek yang perlu dilihat untuk menilai fenomena meroketnya anggaran bansos dan subsidi. Aspek pertama adalah dana bansos itu untuk mengatrol daya beli. Kedua, kenaikan anggaran ini berkaitan dengan momen politik seperti pemilihan presiden dan pemilihan legislatif.

Namun demikian, sangat sulit untuk melihat rangkaian kebijakan mengenai bantuan sosial dan subsidi termasuk yang terakhir rencana penambahan subsidi BBM dari kaca mata daya beli.

Di satu sisi memang ada persoalan daya beli. Tetapi di sisi lain, pemerintah mengklaim angka kemiskinan dan pengangguran tahun lalu menurun. Argumentasi mengenai menurunnya daya beli yang diikuti lonjakan anggaran bansos dan subsidi seharusnya bisa diminimalisir.

“Jadi kalau menurut saya kalau angka kemiskinan dan pengangguran turun makan bansos harusnya turun. Kalau naik sulit untuk tidak mengkaitkannya dengan tahun politik,” jelasnya.

Meski secara hukum tetap sah, menurut Eko pemerintah tetap perlu berhati-hati. Kebijakan pemerintah yang jor-joran subsidi termasuk menambah besaran subsidi energi bisa memengaruhi kredibilitas pengelolaan fiskal. Ujung-ujungnya hal ini juga bisa menggerus kepecayaan investor terhadap stabilitas makroekonomi Indonesia.

“Fenomena ini agak tidak konsisten, satu-satunya penjelasan karena ini memang tahun politik,” tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya