SOLOPOS.COM - Penyandang disabilitas asal Desa Dompol, Kecamatan Kemalang, Jelan, mengangkut meja dan kursi bambu hasil karyanya menggunakan sepeda motor modifikasi untuk para difabel beberapa waktu lalu. (Istimewa/Dokumentasi pribadi Jelan)

Solopos.com, KLATEN -- Para penyandang disabilitas di Klaten hingga kini masih mengalami diskriminasi. Mulai dianggap sebagai aib hingga harus dikasihani yang membuat sebagian dari mereka tak bisa mandiri.

Meski demikian, tak sedikit difabel yang kini bisa mandiri dan berkarya dengan keterbatasan mereka. Seperti Jelan, 48, penyandang disabilitas asal Desa Dompol, Kecamatan Kemalang, Klaten. Jelan menjadi salah satu penyandang tuna daksa setelah kakinya mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan pada 1997. Kondisi itu sempat membuat Jelan terpuruk dan merasa tak bisa berbuat apa-apa lagi lantaran mobilitasnya terhambat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Setahun berlalu, Jelan mulai bangkit. Dia mulai merintis usaha membuat sangkar burung yang dia pelajari secara autodidak pada 1998. Jelan beralih membuat kerajinan berbahan bambu yang bertahan hingga 15 tahun terakhir. “Yang membuat saya termotivasi itu karena saya harus menafkahi istri. Jadi saya ada kewajiban untuk bertanggung jawab,” kata Jelan saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (7/10/2020).

Keren, Atap Pabrik Danone-AQUA Klaten Bisa Hasilkan Listrik, Besar Pula

Dia mampu membuat berbagai perabotan rumah seperti meja, kursi, serta berbagai barang dengan bahan dasar bambu. Keahliannya semakin terasah setelah mengakses pelatihan. Hasil karya bapak dua anak itu merambah ke berbagai daerah seperti Demak dan Kudus. Setidaknya dalam sebulan Jelan bisa membuat tiga set meja-kursi dengan harga per set sekitar Rp1,5 juta. Hasil produksi itu pula yang bisa menyokong kebutuhan hidup Jelan bersama istri dan kedua anaknya.

Selain aktif memproduksi kerajinan dari bambu, Jelan pula yang menjadi salah satu inisiator pembentukan Komunitas Difabel Merapi. Komunitas yang kini beranggotakan puluhan difabel di wilayah Kemalang dan sekitarnya itu memiliki kegiatan rutin. Yakni, memotivasi para penyandang disabilitas
yang masih merasa minder dan belum bersedia keluar rumah. “Untuk teman-teman difabel belum keluar memang harus dimotivasi karena mereka tidak sendiri, hidup harus tetap dilanjutkan,” kata Jelan.

Pemberdayaan Difabel

Lain halnya dengan Shinta Isyuniar, 37, penyandang disabilitas asal Desa Gatak, Kecamatan Ngawen, Klaten. Dia mampu mandiri berkat usahanya budi daya jamur. “Saya bergerak usaha di jamur itu hampir tiga tahun. Sempat bingung saat pandemi ini. Akhirnya kami mencoba bikin olahan tongseng jamur dan
rendang jamur. Alhamdulillah tetap bisa berjalan dan pesanannya banyak,” kata Sinta.

5 Sekolah di Klaten Ini Jadi Uji Coba Pembelajaran Tatap Muka Mulai Jumat

Sekretaris Persatuan Penyandang Disabilitas Klaten (PPDK), Setyo Widodo, mengatakan Sinta dan Jelan merupakan sebagian kecil penyandang disabilitas yang mampu mandiri dengan keahlian mereka masing-masing. Di Klaten, masih banyak lagi penyandang disabilitas yang bisa mandiri seperti ada penyandang disabilitas asal Kecamatan Gantiwarno yang bisa memodifkasi sepeda motor roda tiga dan kini banyak digunakan difabel Klaten.

Soal pendampingan kepada difabel Klaten, Setyo mengatakan selama ini PPDK kerap mendapatkan dana hibah dari pemerintah. Dana ini digunakan untuk menggelar berbagai pelatihan untuk kaum difabel sesuai kondisi disabilitas dan kebutuhan masing-masing setiap tahunnya. “Setiap mendapatkan hibah itu, kami salurkan tidak dalam bentuk dana. Tetapi dalam bentuk program untuk pemberdayaan difabel,” jelas Setyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya