SOLOPOS.COM - Foto Palembang. (JIBI/Harian Jogja/Nina Atmasari)

Harianjogja.com-Kota Palembang tak hanya eksotik dinikmati di malam hari. Kota di Sumatra Selatan ini juga begitu cantik dilihat saat sinar matahari menampakkan diri. Nah, jangan lewatkan pesona Sungai Musi jika mengunjungi kota ini. Berikut laporan wartawan Harian Jogja Nina Atmasari.

Kota Palembang sebenarnya tak jauh beda dengan kota lain di Indonesia. Namun, penataan kota yang apik membuatnya nyaman untuk dijelajahi. Keluar dari Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, jalan raya yang dilalui tampak asri dengan tanaman palem di pembatas jalur.

Promosi Harga Saham Masih Undervalued, BRI Lakukan Buyback

Satu hal yang membuat kota ini nyaman untuk dijelajahi adalah bersihnya kawasan tepi jalan raya dari parkir liar dan pedagang kaki lima (PKL). Tidak seperti di Kota Jogja yang terdapat PKL seperti pecel lele, soto, sate hingga angkringan di setiap ruas jalan, di Kota Palembang, tidak ada. Bahkan, penjual keliling dengan gerobak pun tidak tampak.

Selain itu, jika di Kota Jogja banyak ruas jalan hingga trotoar yang digunakan untuk parkir kendaraan, di Kota Palembang, nyaris tidak ada. Kantong-kantong parkir tampak di depan setiap bangunan sepanjang jalan. Lalu lintas pun berjalan lancar. Kemacetan hanya terjadi di sejumlah titik, yakni pada titik lampu pengatur lalu lintas serta titik putar kendaraan, terutama di pagi dan sore hari.

Perahu//
Menuju objek wisata, tujuan utama tetaplah Sungai Musi, yang membelah Kota Palembang menjadi dua bagian kawasan, Seberang Ilir di bagian utara dan Seberang Ulu di bagian selatan. Jika pada tulisan sebelumnya Harian Jogja mengajak wisata pemandangan Sungai Musi di Jembatan Ampera pada malam hari dengan cara duduk di Plasa Benteng Kuto Besak di tepi sungai sambil mengobrol atau menikmati hidangan, maka di siang hari, mengarunginya menjadi petualangan yang cukup menantang.

Wisata mengarungi Sungai Musi haruslah naik perahu menuju Pulau Kemaro, sebuah pulau kecil di tengah Sungai Musi. Titik pemberangkatan perahu ada di depan Benteng Kuto Besak, samping jembatan Ampera. Perahu dengan berbagai ukuran tertambat di dermaga kecil, siap melayani wisatawan. Ada banyak pilihan perahu sesuai jumlah rombongan wisatawan.

Ada perahu kecil  yang muat untuk enam orang, perahu sedang untuk 30 orang hingga perahu besar untuk 50 orang.

Biaya naik perahu ini bervariasi. Jika datang hanya beberapa orang dan menggunakan perahu kecil, maka satu orang bisa ditarik Rp100.000 untuk satu paket perjalanan (pergi pulang) ke Pulau Kemaro. Namun, jika rombongan banyak, bisa menggunakan jasa perahu besar yang disewa seharga mulai Rp1,5 juta per perahu.

Perahu kecil hanya berupa tempat duduk berderet dengan nakoda di barisan paling depan, tanpa penutup samping. Dengan perahu ini, wisatawan akan merasakan hembusan angin sepanjang berlayar. Adapun perahu besar, dilengkapi kabin di bagian depan untuk berlindung bagi wisatawan yang tidak ingin berlayar terbuka. Di dalam kabin perahu besar ini bahkan dilengkapi air conditioner, televisi dan piranti karaoke yang bisa membuat perjalanan nyaman.

Karena rombongan berjumlah 30 orang, perahu yang kami tumpangi berukuran besar. Namun, meski dilengkapi dengan fasilitas di dalam kabin, saya lebih memilih berdiri di dek belakang sepanjang berlayar. Sambil menikmati embusan angin yang menyegarkan di bawah terik matahari, saya juga lebih leluasa mengamati pemandangan tiap sudut tepi sungai.

Perjalanan menuju Pulau Kemaro yang berjarak 1,5 kilometer dari Jembatan Ampera, ditempuh dalam waktu 30 menit. Sepanjang perjalanan air ini, wisatawan akan disuguhi berbagai pemandangan mulai Pasar 16 Ilir, pasar terbesar di Kota Palembang serta permukiman warga berupa rumah panggung tepi sungai.

Sesekali terlihat warga terutama anak-anak mandi di sungai bagian tepi.
Adapula pemandangan tempat industri tepi sungai seperti pengolahan karet dan pabrik pupuk Sriwijaya (Pusri) serta pelabuhan Boom Baru, sebuah pelabuhan peti kemas di wilayah Kota Palembang. Di titik-titik itu terlihat kapal-kapal besar yang berlabuh.

Di Sungai Musi, kapal besar tidak berjalan dengan mesin karena kedalaman sungai yang tidak memenuhi ketentuan untuk diarungi kapal besar. Kapal besar ini ditarik kapal tongkang.

Di sepanjang perjalanan akan terlihat beberapa perahu kecil yang melaju. Ada perahu wisatawan, adapula perahu angkutan penumpang yang menuju pulau-pulau kecil. Perahu angkutan ditandai banyaknya barang yang diangkut, selain sejumlah orang.

Sampai di Pulau Kemaro, hanya ada dermaga sederhana yang digunakan untuk menambatkan beberapa perahu kecil. Pulau Kemaro adalah sebuah pulau kecil yang mempunyai legenda tentang kisah cinta Siti Fatimah, putri Raja Palembang yang dilamar anak Raja China, Tan Bun Ann.

Syarat yang diajukan Siti Fatimah pada Tan Bun Ann adalah menyediakan sembilan guci berisi emas. Keluarga Tan Bun Ann pun menerima syarat yang diajukan. Untuk menghindari bajak laut saat di perjalanan, emas di dalam guci ditutupi asinan dan sayur.

Ketika kapal tersebut tiba di Palembang, Tan Bun Ann memeriksa guci tersebut telah ditutupi asinan dan sayur dengan rasa, marah dan kecewa maka seluruh guci tersebut dibuangnya ke sungai Musi tetapi pada guci yang terakhir terhempas pada dinding kapal dan pecah berantakan sehingga terlihatlah kepingan emas yang ada di dalamnya.

Rasa penyesalan membuat anak raja China tersebut mengambil keputusan untuk menerjunkan diri ke sungai. Melihat hal tersebut Siti Fatimah ikut menerjunkan diri ke sungai sambil berkata, “Jika ada tanah tumbuh di tepi sungai ini maka di situlah kuburan saya.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya