SOLOPOS.COM - Bupati Wonogiri, Joko Sutopo. (Solopos/M. Aris Munandar)

Solopos.com, WONOGIRI – Joko Sutopo yang akrab disapa jekek menceritakan awal mula dirinya mengucapkan ingin mengundurkan diri sebagai cabup. Dia menyampaikannya saat pertemuan dengan para pejabat organisasi perangkat daerah (OPD) membahas tentang penanganan Covid-19, April 2020 lalu.

Pertemuan itu membahas mengenai refocusing anggaran, di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penelitian Pengembangan (Bappeda Litbang) Wonogiri. Saat itu dia menegaskan semua energi, potensi, dan anggaran yang dikelola diprioritaskan untuk penanganan Covid-19.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sempat Di-PHP, Karni Tak Percaya Akhirnya Peroleh Bansos Pemkab Wonogiri

Saking pentingnya masalah tersebut dia tak ingin perhatiannya teralihkan pada masalah politik. Sampai akhirnya dia mengucapkan ingin mengundurkan diri sebagai cabup PDIP jika pilkada digelar 9 Desember 2020.

Saat itu sudah ada wacana pilkada akan digelar pada tanggal tersebut. Menurut pria yang juga menjabat sebagai Bupati Wonogiri ini, wabah Covid-19 belum akan usai pada Desember 2020.

“Pertanyaannya, saat saya berinisiasi menyampaikan pernyataan seperti itu tetapi bertujuan untuk membangun optimisme dan semangat semua OPD agar fokus menangani Covid-19, apakah salah? Bagi saya itu seni dalam mengimplementasikan kepemimpinan,” ucap Jekek saat ditemui wartawan di pendapa rumah dinasnya kompleks Setda, Senin (6/7/2020).

Tak Hanya Bus BST, Angkutan Feeder Solo Juga Dapat Subsidi Program Buy The Service

Usai pernyataan tersebut, banyak yang mempertanyakan realisasi pengunduran Jekek. Pasalnya, sinyal pilkada bakal digelar Desember kian kuat. Jekek dianggap tak konsisten apabila tetap nyabup.

Surat Pengunduran Diri

Terkait hal itu, Jekek pun segera mengirim surat pengunduran diri kepada DPP PDIP. Apabila DPP tak mengabulkan pengunduruan dirinya dan tetap menunjuknya sebagai cabup, Jekek bakal melaksanakan tugas tersebut.

Menurut dia hal itu bukan berarti dirinya tak konsisten. Pada konteks itu dia berposisi sebagai petugas partai yang harus taat asas organisasi.

“Bicara konsisten dan tidak konsisten parameternya harus terukur. Yang disebut tidak konsisten itu, misalnya saya anggota DPR yang sudah mengambil sumpah jabatan, setelah itu mundur untuk meraih jabatan tertentu, seperti njago di pilkades. Pada posisi itu berarti ada tendensi untuk meraih kekuasaan,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya