SOLOPOS.COM - Produksi batik di Desa Pungsari, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen. (istimewa/Ari Agus Putra Utama)

Solopos.com, SOLO – Sejak 2 Oktober 2009, batik dinobatkan sebagai warisan budaya tak benda oleh United Nations of Educational, Scientific, and Cultural Organization (Unesco). Jauh sebelum mendapat pengakuan internasional, tradisi membatik sudah menjadi bagian dari budaya Kerajaan Majapahit.

Melalui sidang Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage, Unesco menobatkan batik sebagai warisan budaya tak benda ketiga dari Indonesia, setelah keris dan wayang. Penetapan batik sebagai warisan budaya tak benda itu kemudian mengilhami lahirnya Hari Batik Nasional yang diperingati setiap 2 Oktober. Lalu, sejak kapan sebenarnya batik menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia? Ulasan lengkap mengenai jejak batik dari zaman Majapahit bisa dibaca dalam artikel Jejak Batik dari Zaman Majapahit hingga Dinobatkan sebagai Warisan Budaya Dunia.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Berita menarik lain yang disajikan di kanal Espos Plus edisi Senin (3/9/2022) terkait produk garam di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan.  Tak memiliki garis pantai, Desa Jono, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, mampu menghasilkan garam langka bersumber dari air sumur di tengah ladang yang rasanya asin. Petani garam di desa tersebut mengolah air dari sumur itu menjadi garam berasa khas.

Bagaimana sebuah desa yang lokasinya berkilometer dari laut bisa menjadi penghasil garam? Desa ini terletak jauh dari laut sekitar 188 km dari Pantai Selatan Pulau Jawa dan 87,9 km dari pantai Utara Pulau Jawa.

Baca Juga: Akulturasi Budaya Arab dan China Lahirkan Kebaya, Lambang Emansipasi Wanita

Pertanyaan itu kemungkinan bisa terjawab dari penelitian De Graaf dan Pigeaud (1985) serta Lombard (1996). Fenomena ini terjadi pada zaman purba ratusan tahun lalu yang salah satunya terkait dengan keberadaan Bledug Kuwu. Ulasan lengkap mengenai garam di Desa Jono bisa dibaca dalam artikel Garam Langka Jono dari Sumur Air Laut Selat Muria.

Konten menarik lain yang disajikan di kanal Espos Plus terkait wajah masa depan Gemolong. Selama ini, Gemolong kerap dianggap sebagai kota kedua di Kabupaten Sragen. Walau mengalami pertumbuhan pesat, Gemolong selalu menjadi bayang-bayang Kota Sragen.

Wajah baru Gemolong layak dinanti. Selain akan berdiri factory sharing atau rumah produksi bersama mebel dan furnitur unggulan Sragen, di Gemolong juga bakal dibangun sebuah kampus Politeknik Pariwisata (Poltekpar). Keberadaan satu-satunya perguruan negeri di Bumi Sukowati ini diyakini akan memberikan multiplier effects di sektor ekonomi dengan munculnya rumah-rumah indekos baru dan warung makan.

Baca Juga: 44 Jembatan Penyeberangan Perahu di 600 Kilometer Sungai Bengawan Solo

Secara geografis, Gemolong menempati kawasan yang cukup strategis. Gemolong menjadi simpul pertemuan dua jalan provinsi yakni Solo-Purwodadi dan Sragen-Salatiga. Keberadaan dua jalan provinsi itu membuat lalu lintas di Gemolong cukup ramai. Hal itu berkorelasi positif dengan kemajuan kota kecamatan ini. Ulasan lengkap mengenai wajah Gemolong beberapa tahun ke depan bisa dibaca dalam artikel Menanti Wajah Baru Gemolong.

Konten-konten premium di kanal Espos Plus menyajikan sudut pandang khas dan pembahasan mendalam dengan basis jurnalisme presisi. Membaca konten premium akan mendapatkan pemahaman komprehensif tentang suatu topik dengan dukungan data yang lengkap. Silakan mendaftar terlebih dulu untuk mengakses konten-konten premium di kanal Espos Plus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya