SOLOPOS.COM - Polisi menggelar olah TKP di lokasi warga yang ditemukan meninggal dunia karena jebakan tikus di Dukuh Suwatu, Tanon, Sragen, Selasa (24/8/2021).(Istimewa-Polsek Tanon)

Solopos.com, SRAGEN — Exotic Animal Lovers Indonesia (Exalos) Sragen angkat bicara terkait banyaknya korban meninggal dunia akibat jebakan tikus beraliran listrik di Bumi Sukowati.

Terhitung sejak Juli 2019, 20 warga meninggal sia-sia akibat jebakan tikus yang dipasang di area persawahan. Sebagian besar korban meninggal dunia itu merupakan pemasang jebakan tikus itu sendiri.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Ketua Exalos Indonesia Regional Sragen, Lanjar Purbowo, menyebut banyaknya hama tikus yang menyerang tanaman padi milik petani dikarenakan hilanganya keseimbangan ekosistem. Menurutnya, saat ini sudah jarang ditemui jenis ular jali atau ular koros di area persawahan. Padahal, ular ini merupakan spesies pemakan tikus sawah. Belakangan, ular yang tidak berbisa itu menjadi target buruan warga untuk dijual.

Ekspedisi Mudik 2024

“Harganya menggiurkan. Satu ekor ular jali dewasa dihargai Rp60.000 hingga Rp80.000. Perburuan ular ini bisa dilakukan pada siang hari. Jenis ular ini tidak berbisa sehingga cenderung lebih mudah untuk ditangkap,” papar Lanjar kepada Solopos.com, Jumat (27/8/2021).

Baca juga: Dua Bocah Karangtengah Sragen Meninggal Dunia Tenggelam di Sungai Mungkung

Kurangnya edukasi, kata Lanjar, membuat warga membunuh ular jali. Saat berkeliaran di permukiman penduduk, ular itu justru dianggap meneror warga. Padahal, jenis ular ini tidak berbahaya bagi manusia karena tidak berbisa.

“Sekarang populasi ular jali makin berkurang di sawah. Sangat sulit menemukan jenis ular ini di sawah. Hal itu yang membuat tikus mudah berkembang biak hingga memusingkan petani. Pemasangan jebakan tikus juga bisa mematikan ular jali yang mestinya jadi sahabat petani,” jelasnya.

Baca juga: Curhat Warganet Disuruh Bayar untuk Vaksinasi di Pabrik Karanganyar Viral, Tarikan Rp50.000 Akhirnya Batal

Untuk menjaga keseimbangan ekosistem di sawah, dibutuhkan kerja sama sejumlah pihak seperti petani, tokoh masyarakat hingga pemerintah desa setempat. Dalam hal ini, kata Lanjar, pemerintah desa bisa menerbitan peraturan yang melarang warganya berburu sejumlah hewan yang jadi predator tikus seperti ular dan burung hantu.

“Penggunaan burung hantu juga sangat efektif untuk mengendalikan hama tikus. Tapi, butuh biaya yang tidak sedikit untuk membudidayakan burung hantu,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya