SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Masa lalu adalah kenangan. Dari masa lalu itulah orang akan bergerak maju dan terus membenahi diri. Seperti halnya Jaya Purnama. Sempat terjun di dunia hitam bahkan over dosis (OD), seniman jalanan ini kini sukses menggeluti bisnisnya.

Ditemui Harian Jogja di showroom-nya, kompleks pembuatan pigura di perempatan Sagan, Jaya mengatakan tidak ada kata terlambat untuk berkarya. Semua orang pasti memiliki kelebihan. Asal mau bekerja keras dan tentu saja, tidak neka-neka alias berjalan di jalan yang benar.

Promosi Komeng Tak Perlu Koming, 5,3 Juta Suara sudah di Tangan

“Saya berasal dari keluarga miskin. Terus terang saja, saya juga pernah melakukan perbuatan jahat. Sempat over dosis, nyopet juga pernah. Namun bukan berarti tidak bisa bertobat dan berbuat yang berguna dan bermanfaat,” ujar dia.

Jaya dikenal sebagai pionir lukis wajah di kompleks showroom Sagan. Sebelumnya, komplek itu hanya melayani pembuatan pigura saja. Jayapun ikut-ikutan bikin pigura.

Bermodal gergaji kecil, bisnis itu ia geluti dengan tekun. Hingga akhirnya, keuntungan dari usaha itu ia gunakan menambah modal. Ia pun kerap mendapat orderan membuat gambar wajah. Karena menguntungkan Jaya kemudian membuka jasa lukis wajah. Maklum, pria 38 tahun ini memang memiliki bakat alam melukis sejak kecil.

Namun karena keterbatasan kemampuan ia tak sempat menempuh sekolah seni yang ia harapkan. Darah seninya mengalir secara autodidak. “Saya ingin sekolah lukis tapi orangtua tidak punya biaya. Agar bisa, saya belajar dari buku dan tanya sana sini saja,” ujar pria yang kini dibantu empat karyawan itu.

Hasilnya, karya lukis lulusan SMK Perindustrian ini kerap mejeng di Festival Kesenian Yogyakarta (FKY). Tak hanya itu, pengagum Affandi itu juga membuka kursus melukis gratis. Pesertanya beragam. Mulai dari siswa SMA hingga mahasiswa. Ia mengaku ingin berbagi ilmu karena dulu tidak memiliki kesempatan belajar.

Jaya menyebutkan usaha gabungan pigura dan lukis wajah mulai dibuka sekitar 2001. Saat itu pesanan masih sedikit. Namun lama kelamaan pelanggan terus bertambah. Seiring waktu, banyak rekan-rekannya juga membuat usaha serupa. Hanya saja pelukisnya orang lain yang ingin menitipkan karyanya.

Namanya pun kian populer. Banyak pelanggan memesan berbagai lukisan potret. Karya sejumlah wajah tokoh nasional ala Jaya juga dikenal sangat detail. “Saya ingin kawasan ini seperti pasar seni di Bali. Jogja itu kota seni tapi pedagang seni masih terkesan ekslusif, jarang yang dibuka untuk umum dan mudah ditemukan orang,” ujar ayah satu anak yang kerap tampil melukis saat FKY itu.

Soal harga, Jaya mengaku sesuai dengan nilai karyanya saja. Sedangkan khusus lukisan realis tertentu, ia tidak mematok harga. Ia mencontohkan karya wajah Yaseer Arafat yang sempat ditawar dengan nilai tinggi, namun tidak ia lepaskan.

“Untuk yang ada harganya tentu saya sebutkan. Tapi ya itu soal harga saya tidak terbiasa ditawar,” kelakarnya. Selain tokoh pejuang Palestina, karya lain yang tampak begitu hidup antara lain wajah Saddam Husein, Bung Karno. Gus Dur dan Mbah Maridjan.

“Saat ini yang paling laris Bung Karno dan Mbah Maridjan,” kata bungsu tiga bersaudara yang sempat menjual salah satu lukisannya seharga Rp35 juta itu. (Wartawan Harian Jogja/Sumadiyono)

HARJO CETAK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya