SOLOPOS.COM - Ilustrasi kegiatan belajar siswa SMK. (JIBI/Solopos/Dok.)

Kurikulum SMK dikritik.

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy akan menyesuaikan kurikulum SMK dengan kebutuhan dunia industri. Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri, mengkritik kurikulum SMK jauh dari kebutuhan industri.

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

Akibatnya lulusan SMK tidak bisa terserap secara maksimal di dunia industri. Muhadjir mengatakan kurikulum pendidikan sekolah menengah kejuruan (SMK) akan beradaptasi dan disesuaikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.

Ekspedisi Mudik 2024

“Kurikulum yang ada dibikin lebih lentur supaya mudah beradaptasi dengan kebutuhan dunia kerja,” kata Muhadjir sesuai mengikuti rapat koordinasi mengenai pendidikan vokasi di Jakarta, Selasa (12/9/2017).

Muhadjir memastikan kurikulum akan diselaraskan dengan permintaan dunia industri agar para lulusan pendidikan vokasi bisa menyesuaikan dengan lapangan kerja yang tersedia. “Selama ini kita sudah ada kerja sama dengan Kemenperin untuk menyelaraskan kandungan maupun urutan kurikulum agar sesuai dengan keburuhan dunia industri,” ujar dia seperti dilansir Antara.

Selain itu, penyesuaian kurikulum juga diharapkan bisa meningkatkan kompetensi para lulusan SMK agar sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Ia berharap melalui perbaikan kompetensi maka lulusan pendidikan vokasi bisa diberdayakan sebagai tenaga pengajar.

Meskipun lulusan sekolah kejuruan atau sekolah menengah tidak memiliki ijazah setara sarjana (strata satu/S1), menurut dia, tetap bisa menjadi tenaga pengajar berdasarkan pengalaman kerja yang dimiliki. “Guru SMK bisa dari para karyawan, industri, maupun dunia usaha yang pengalaman kerjanya disamakan dengan pengalaman belajar,” kata Muhadjir.

Untuk mendukung pembenahan kurikulum Muhadjir berharap adanya insentif kepada pelaku industri agar dunia usaha mau memberikan bantuan berupa tanggung jawab sosial perusahaan kepada lembaga pendidikan.

“Jadi, apa yang dikeluarkan untuk sekolah bisa dianggap biaya perusahaan. Nanti bisa dihitung sebagai pengeluaran dari perusahaan,” kata Muhadjir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya