SOLOPOS.COM - Ilustrasi nelayan tengah menangkap ikan dengan jaring. (Freepik.com)

Solopos.com, SEMARANG — Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), mengategorikan Jawa Tengah (Jateng) dalam wilayah level sedang penggunaan setrum dan racun atau potas dalam penangkapan ikan. Menanggapi hal itu, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) menyatakan jika penangkapan dengan cara ilegal itu tidak pernah dilakukan anggotanya.

Ketua HSNI Jateng, Riswanto, memastikan bila nelayan di wilayahnya tidak menggunakan setrum dan racun potas untuk menangkap ikan di laut. Meski demikian, berdasarkan temuan KKP masih ada penangkapan ikan secara ilegal yang dilakukan di wilayah Jateng.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Terkait itu [setrum dan racun potas], saya cek ke kawan-kawan nelayan [HNSI] kabupaten/kota di Jawa Tengah, yang mereka ketahui menggunakan alat tangkap jaring aktif dan pasif, bukan menggunakan setrum. Kemungkinan yang dimaksud [KKP] penggunaan setrum oleh beberapa masyarakat yang profesinya mencari ikan di sungai atau rawa-rawa,” klaim Riswanto kepada Solopos.com, Senin (29/4/2024).

Kendati demikian, Riswanto tak menampik bila dulu masih ada nelayan yang menggunakan alat setrum dan potas untuk menangkap ikan di laut. Namun saat ini, pihaknya memastikan para nelayan sudah teredukasi dan tidak melakukan penangkapan ikan secara ilegal.

“Kalau sekarang, membawa setrum seperti aki untuk penerangan lampu bagi nelayan yang mencari ikan di laut pada waktu malam hari,” jelasnya.

Oleh karena itu, Riswanto menyampaikan bila ekosistem ikan di laut Jateng masih cukup terjaga. Sebab, banyak tidaknya hasil tangkapan nelayan mayoritas masih bergantung musim.

“Kata nelayan yang setiap hari pekerjaannya menangkap ikan di laut, mereka tidak melaut pada saat musim angin baratan atau biasa disebut paceklik, karena cuaca angin dan gelombangnya besar. Jadi kalau terkait kondisi atau tangkapan ikan nelayan masih bergantung pada musim,” nilainya.

Terpisah, seorang nelayan asal Demak, Sutrisno, mengatakan aktivitas penangkapan ikan dengan setrum dan racun potas masih dijumpai di wilayahnya. Namun, penggunaanya banyak ditemui di sungai-sungai kecil atau sungai-sungai air tawar.

“Kebetulan hobi saya jalan- jalan dan mengamati lingkungan, sesuai keadaan lapangan saja. Pengunaan alat tangkap setrum itu masih banyak di sungai kecil atau sungai air tawar,” kata Sutrisno.

Sutrisno pun menceritakan di daerah Moro Demak misalnya, terdapat pengunaan pestisida untuk sektor pertanian yang menyebabkan ikan mati dan kerdil. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah harus menyikapi serius masalah ini.

“Kembali lagi ke realita kehidupan di lapangan, kalau ada larangan pengunaan setrum seperti cantrang atau sodo ini tidak ada tindakan sampai saat ini,” tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah memberikan peringatan kepada pelaku atau pengguna alat setrum dan racun potas untuk menangkap ikan bisa dipenjara maksimal 6 tahun dan denda mencapai Rp1,2 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya