SOLOPOS.COM - Kunto Wisnu Aji (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Agustus dan September sebenarnya bulan yang tidak boleh dilupakan oleh masyarakat Kota Solo dan wilayah aglomerasi Soloraya pada umumnya atau eks Keresidenan Surakarta. Ada dua momentum penting yang harus diingat.

Dua momentum ini sebenarnya tak boleh dilupakan oleh segenap elemen bangsa Indonesia. Pertama, 19 Agustus 1945. Pada tanggal itu terbit piagam kedudukan dari Presiden Soekarno untuk Susuhunan Paku Buwono XII dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A.) Mangkunagoro VIII.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Piagam kedudukan itu berisi penegasan dari Presiden Soekarno bahwa dua penguasa Kasunanan dan Mangkunegaran tersebut tetap pada kedudukannya. Dengan kepercayaan penuh, Susuhunan Paku Buwono XII dan K.G.P.A.A. Mangkunagoro VIII akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa, dan raga untuk keselamatan daerah Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran sebagai bagian dari Republik Indonesia.

Kedua, 1 September 1945. Tanggal ini merupakan hari bersejarah legitimasi hukum bahwa Paku Buwono XII dan Mangkunagoro VIII mengeluarkan maklumat yang menegaskan wilayah Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran merupakan daerah istimewa dari Republik Indonesia.

Hubungan antara Daerah Istimewa Surakarta dengan pemerintah pusat Republik Indonesia bersifat langsung. Maklumat ini sebagai tanda ikatan kenegaraan bergabungnya Daerah Istimewa Surakarta ke dalam wilayah Republik Indonesia.

Ada keterikatan antara maklumat dan piagam kedudukan dalam sejarah ketatanegaraan. Kerelaan Paku Buwono XII dan Mangkunagoro VIII berdiri menjadi bagian pemerintah Republik Indonesia didasari  jiwa nasionalis. Boleh dikatakan pada masa itu adalah nasionalisme yang sangat radikal.

Pabu Buwono XII dan Mangkunagoro VIII adalah raja pertama di Nusantara yang tegas menyatakan mendukung Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Empat hari kemudian, pada 5 September 1945, Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII dari Jogja mengikuti jejak tersebut.

Mereka menyusul mengeluarkan dekrit kerajaan. Isinya sama persis dengan maklumat 1 September 1945 di Kota Solo. Hanya bedanya maklumat di Jogja itu disebut Amanat 5 September 1945. Jika dicermati lebih jauh, sebelum kemerdekaan, Keraton Solo dan Pura Mangkunegaran telah memiliki wilayah,  rakyat, dan pemerintahan.

Tanpa menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia, wilayah Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran sesungguhnya dapat berdiri sendiri sebagai negara. Wilayah tersebut merupakan zelfbestuurende landschappen. Daerah  yang punya pemerintahan asli.

Meski memenuhi unsur dapat mendirikan negara, namun ego tersebut dikesampingkan Paku Buwono XII dan Mangkunagoro VIII. Nasionalisme dan loyalitas kepada Republik Indonesia jauh lebih besar. Integrasi dengan Republik Indonesia yang baru seumur jagung menjadi pilihan terbaik.

Pernyataan bergabung menjadi wujud dukungan sekaligus penyatuan ke dalam wilayah Republik Indonesia. Penyatuan itu melahirkan kesepakatan. Bentuk negara eenheidstaat (kesatuan) dan bukan negara federal. Konsekuensinya dalam negara kesatuan tidak ada negara dalam negara.

Kedudukan wilayah Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran menjadi pemerintahan daerah bersifat istimewa. Ini sejalan dengan amanat konstitusi. Jaminan wilayah Soloraya menjadi daerah istimewa termaktub dalam Pasal 18 UUD 1945. Penghormatan oleh konstitusi menitikberatkan pada dasar hak asal-usul.

Daerah-daerah yang mempunyai hak-hak asal usul pada zaman sebelum Republik Indonesia mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat istimewa. Ini melekat bagi sejarah ketatanegaraan Daerah Istimewa Surakarta. Konstitusi mengamanatkan legitimasi daerah istimewa harus ditetapkan dengan undang-undang.

Tugas pemerintah adalah mengukuhkannya dengan undang-undang. Sesuai bunyi Pasal 18 UUD 1945. Belum lagi amanat itu dijalankan instabilitas politik terjadi di Soloraya. Pertikaian antarberbagai kekuatan politik meletus. Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1946.

Hak Konstitusional

Daerah Istimewa Surakarta dinyatakan dalam keadaan bahaya. Presiden Soekarno mengambil alih kekuasaan sepenuh-penuhnya. Ia mengambil alih kekuasaan sepenuhnya dari tangan Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang nasibnya tidak diketahui. Sjahrir menjadi korban penculikan saat berkunjung ke Kota Solo.

Seusai mengumumkan Kota Solo dalam keadaan darurat, Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Pemerintah Nomor 16/SD Tahun 1946 tentang Pemerintahan di Daerah Istimewa Surakarta dan Yogyakarta. Pengaturan dalam bentuk undang-undang bagi Daerah Istimewa Surakarta secara ekplisit tertulis di diktum kedua penetapan pemerintah tersebut.

Kini Kota Solo dan wilayah Soloraya pada umumnya tidak lagi dalam keadaaan bahaya. Situasi telah kembali normal. Namun, amanat membentuk Daerah Istimewa Surakarta dengan undang-undang belum dipenuhi. Hingga  Republik Indonesia dan Maklumat 1 September 1945 berjalan 77 tahun.

Nasib Daerah Istimewa Surakarta sengaja digantung. Dicaplok masuk ke Jawa Tengah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1950. Pencaplokan itu merupakan pengingkaran atas sejarah ketatanegaraan. Tanpa dasar filosofis, sosiologis, dan yuridis yang jelas.

Berdasar penelitian hukum yang saya lakukan, tidak ada satu pun dasar hukum yang secara tegas menghapus status Daerah Istimewa Surakarta. Undang-undang tentang Pembentukan Propinsi Jawa Tengah ditandatangani Pejabat Presiden Republik Indonesia (negara bagian) Mr. Assaat pada 4 Juli 1950.

Saat itu bentuk negara adalah serikat. Berlaku Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949. Berdasarkan Pasal 2 Konstitusi RIS, Jawa Tengah merupakan satuan kenegaraan yang tegak berdiri sendiri. Jawa Tengah bukan termasuk wilayah negara bagian Republik Indonesia yang dipimpin Mr. Assaat.

Wilayah negara bagian Republik Indonesia hanya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sekarang ditambah Provinsi Banten dan sebagian Sumatra. Mr Assaat tidak berwenang membuat Undang-undang tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah, apalagi secara sepihak memasukkan Daerah Istimewa Surakarta ke Jawa Tengah.

Atas dasar pemahaman itu, Kota Solo dan sekitarnya—kini jamak disebut Soloraya—punya  hak konsitusional menjadi daerah istimewa. Rujukannya Pasal 18B ayat (1) UUD 1945. Pasal tersebut mewajibkan negara menghormati dan mengakui keberadaan daerah istimewa.

Secara politik, saat ini Kota Solo diuntungkan dengan keberadaan Presiden Joko Widodo dan Wali Kota Gibran Rakabuming Raka. Keduanya punya akseptabilitas politik memulihkan kembali hak konstitusional eks wilayah Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran sebagai daerah istimewa. Semoga Pak Jokowi dan Mas Gibran membaca narasi ini.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 2 September 2022. Penulis adalah advokat dan peneliti daerah istimewa Surakarta serta mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya