SOLOPOS.COM - Dokter Spesialis Anak Konsultan Subspesialis Neonatal Rumah Sakit (RS) JIH Solo, dr. Kartun Henky, MSc, Sp.A(K) Neo. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO —Setiap orang tua pada umumnya tentu sangat berharap bayinya yang baru lahir bisa tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa ada gangguan. Namun untuk memastikan hal itu, perlu yang namanya pemeriksaan atau skrining pada setiap bayi yang baru lahir.

Menurut Dokter Spesialis Anak Konsultan Subspesialis Neonatal Rumah Sakit (RS) JIH Solo, dr. Kartun Henky, MSc, Sp.A(K) Neo., skrining bayi baru lahir ini menjadi semacam prosedur tetap atau protap yang harus dilakukan.

Dia menjelaskan skrining bayi baru lahir merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit-penyakit pada bayi yang baru lahir. Jadi Skrining ini merupakan penapisan, untuk mendeteksi potensi gangguan sebelum timbul masalah. Pemeriksaan atau skrining perlu dilakukan sebab penyakit-penyakit yang ada pada bayi, seringkali tidak terlihat saat bayi itu lahir. Bisa jadi gangguan atau penyakit pada bayi itu terlihat saat usianya sudah menginjak beberapa bulan setelah lahir.

Skrining awal pada bayi tersebut terbagi menjadi dua kelompok. Pertama adalah skrining pada bayi baru lahir dan kedua adalah skrining pada bayi prematur. Pada bayi baru lahir, skrining yang dilakukan di antaranya skrining hipotiroid, skrining pendengaran dan skrining jantung. Sedangkan untuk bayi prematur, selain skrining hipotiroid, pendengaran dan jantung juga perlu dilakukan skrining mata, serta kepala.

Dr. Kartun mencontohkan betapa pentingnya skrining tersebut. Misalnya saja untuk skrining hipotiroid. Hipotiroid merupakan penyakit yang disebabkan kurang hormon tiroid karena adanya gangguan pada kelenjar tiroid.

Skrining hipotiroid penting untuk dikerjakan karena penyakit tersebut jika tidak diketahui sampai bayi usia 6 bulan, maka bayinya akan mengalami gangguan mental dan kecerdasan. “Bisa jadi di usia 6 bulan, IQ bayinya tinggal 60. Ini sangat bahaya dan kasihan bayinya. Sebab dengan IQ 60 tentu akan berdampak pada pendidikannya,” jelas dia kepada Solopos.com, Rabu (23/8/2023).

Skrining hipotiroid dikerjakan dengan mengambil sampel darah pada bayi usia kira-kira 48 jam setelah lahir. Ketika penyakit ini dapat diketahui lebih dini, akan bisa dilakukan langkah terapi lebih cepat.

“Sebab penyakit ini pada usia bayi baru lahir tidak terlihat adanya gejala. Kasus hipotiroid ini jarang, tapi sangat fatal jika tidak diketahui. Rata-rata baru diketahui pada usia 2 tahun, dimana perkembangannya sudah terganggu,” lanjutnya.
Begitu juga untuk skrining pada telinga. Ketika tidak dikerjakan, nantinya setelah anak sudah besar ternyata anak mengalami gangguan pendengaran.

Dengan begitu skrining tersebut benar-benar penting untuk bayi baru lahir. Ketika skrining sudah dilakukan, penanganan akan bisa dilakukan jauh lebih efektif. Sebab terapi dapat dilakukan lebih dini.

Meski sangat penting, namun kegiatan skrining tetap harus dilakukan atas izin orang tua bayi. Untuk itu edukasi pada orang tua bayi sangatlah penting. Dia juga berharap edukasi skrining pada bayi baru lahir bisa dilakukan bukan hanya pada orang tua yang melakukan persalinan di rumah sakit. Edukasi juga perlu dilakukan pada fasilitas kesehatan lainnya. Termasuk di bidan maupun Puskesmas.

“Sebab tanpa edukasi, kadang orang tua juga tidak tahu jika perlu dilakukan skrining. Harapannya jika skrining bayi baru lahir bisa bisa dilakukan pada setiap bayi, anak Indonesia akan menjadi lebih baik,” kata dia.

Rekomendasi
Berita Lainnya