SOLOPOS.COM - Guru honorer protes. (JIBI/Harian Jogja/Sunartono)

Harianjogja.com, SLEMAN–Ratusan guru anggota dan pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menggelar aksi damai di sekretariat PD II PGRI Sleman, Sabtu (5/10/2013). Mereka meminta pemerintah untuk segera menuntaskan persoalan yang menyelimuti guru.

Pantauan Harian Jogja, para guru yang berasal dari jenjang SD, SMP dan SMA sempat berdoa bersama sebagai bentuk keprihatinan akan nasib guru yang belum sejahtera.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Ketua PGRI Sleman, Sudiyo persoalan guru yang belum terselesaikan sampai saat ini adalah kemelut Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT). Sampai saat ini GTT dan PTT masih bergaji minim. Padahal presiden, kata dia, sudah meminta untuk menindaklanjuti gaji guru baik PNS maupun non-PNS minimal Rp2 juta setiap bulan.

Sudiyo menambahkan, tidak diperkenankannya kabupaten/kota mengangkat guru honorer menjadi masalah dalam proses pembelajaran. Salah satu dampak, Sleman kekurangan guru mencapai 500 orang.

“Tolong moratorium jangan diberlakukan di dunia pendidikan. Kalau tidak ada yang mengajar siapa yang mengajar. Sementara mengangkat honor tidak boleh. Kalau mengangkat tidak ada kemampuan untuk membiayai,” ungkap dia.

Masalah selanjutnya, ungkap dia, yakni sertifikasi guru yang prosesnya kian rumit. Tunjangan profesi tidak lancar secara nasional.

Sudiyo menambahkan beban kerja guru sertifikasi dengan diberlakukannya Kurikulum 2013 sebaiknya diikuti dengan revisi PP No 39/2009. Pasalnya beban 24 jam yang diberlakukan sesuai peraturan itu, menjadi tidak adil karena ada mata pelajaran yang tidak akan dapat dipenuhi 24 jam dalam sepekan.

Ia mencontohkan pelajaran bahasa Inggris, sebelumnya empat jam baik SMA/SMK. Tapi setelah diberlakukan Kurikulum 2013 turun menjadi dua jam pelajaran. Alhasil, dalam sepekan guru tersebut tidak akan mampu memenuhi 24 jam mengajar.

“Kalau ini berefek pada tidak diberikannya tunjangan profesi karena tidak memenuhi 24 jam mengajar, bagaimana? Maka PP harus direvisi,” ucapnya.

Guru juga mengusulkan pentingnya Undang-undang Perlindungan Guru. Tujuannya agar dalam setiap menjalankan proses pembelajaran mendapatkan ketenangan. Kerapkali, kata Sudiyo, guru dikriminalkan oleh pihak-pihak tertentu hanya karena kasus kecil dan tidak memandang latarbelakang yang sesungguhnya.

Sunarti, guru akutansi SMK YPKK 1 Gamping setuju UU Perlindungan Guru diterbitkan. Alasannya, berdasar pengalamannya mengajar selama 35 tahun, murid saat ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tingkat keberanian untuk bertindak tak sesuai aturan lebih sering dilakukan.

“Sebenarnya sudah ada advokasi bersama PGRI agar bisa terlindungi, tapi jika ada undang-undang akan lebih baik,” ungkap guru yang diangkat sebagai PNS sejak 1985 ini.

Catatan Foto : Ratusan guru melakukan aksi damai di dalam gedung PGRI Sleman, Sabtu (5/11).Harian Jogja Sunartono

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya