SOLOPOS.COM - Sukemi, warga Bantul yang terpaksa tinggal beratap pohon pisang karena rumahnya roboh (JIBI/Harian Jogja/Bhekti Suryani)

Harianjogja.com, BANTUL-Nasib malang dialami janda Sukemi. Perempuan renta warga Dusun Gunung Butak, Desa Caturharjo, Pandak Bantul itu harus menyaksikan rumahnya rata dengan tanah setelah bangunannya roboh akibat dimakan usia.  Akibatnya, perempuan 58 tahun ini harus hidup beratapkan karung bekas di bawah pohon pisang.

Cerita ini bermula pada Rabu (27/8/2014) sekitar Pukul 09.00 WIB. Saat itu, Sukemi baru saja pulang ke rumahnya dari mencari rumput untuk pakan ternak milik adiknya. Namun baru beberapa menit berada di dalam rumah, terdengar suara benda retak di dalam rumah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Baru saja minum air putih, dengar suara gemeretak, saya langsung lari keluar, rumah saya langsung roboh,” tutur Sukemi mengenang detik-detik rumahnya rata dengan tanah, kala disambangi di Dusun Gunung Butak, Desa Caturharjo, Pandak Bantul Kamis (11/9/2014) siang.

Ekspedisi Mudik 2024

Rumah yang ia tinggali sejak 10 tahun lalu itu kini tinggal kenangan. Tidak ada bangunan yang masih berdiri. Yang tersisa hanya puing seperti genteng dan dinding gedek yang bolong di sana sini. Karena tidak ada lagi tempat berteduh, Sukemi kini harus tidur di bawah pohon pisang. Ia meletakan dipan di bawah pohon pisang itu dan memberinya atap seadanya dengan karung dan plastik bekas. Perkakas rumah tangga seperti wajan, ceret yang terbungkus pekatnya arang berserakan di tanah dekat pohon pisang. Di tanah itulah ia biasa memasak untuk makan. Tidak jauh dari rumahnya yang roboh, sejatinya berdiri sebuah rumah berdinding batako yang dihuni dua adiknya Suwarji dan Suyani.

“Tapi saya enggak tidur di situ, kalau adik laki-laki saya enggak apa-apa saya di situ, cuma adik perempuaan saya yang bungsu itu enggak baik sama saya, daripada saya enggak enak saya tinggal di sini saja,” ungkapnya.

Janda satu anak yang putrinya tinggal di Magelang Jawa Tengah itu mengaku sudah biasa merasakan dinginnya angin malam saat tidur di pondoknya yang tidak berdinding.

“Kalau dingin pakai jaket dan selimut,” ujarnya.

Sukemi hanya berharap anak perempuannya yang bersuamikan buruh tambang pasir dapat membantu membangunkannya rumah baru. Sejauh ini, anaknya baru menyicil membelikan atap asbes. Sukemi sendiri mengaku tidak mampu membangun rumah. Buruh pembuat batik tulis itu hanya digaji Rp17.000 dari setiap potong batik yang ia tulis. Sepotong batik sepanjang 2,5 meter itu baru selesai digarap selama empat hari.

Ketua RT 6 Dusun Gunung Butak, Dwijo mengatakan, Sukemi luput dari bantuan rumah layak huni dari pemerintah karena ia terdata dalam satu KK (kepala keluarda) dengan dua adiknya.

“Jadi rumah adiknya itukan baru dibangun pakai dana bantuan, masalahnya satu KK dengan ibu itu, jadi dia enggak bisa lagi dapat bantuan,” kata Dwijo.

Namun, ia berjanji dalam waktu dekat, warga RT nya akan menggelar rapat membahas nasib Sukemi. Salah satu agendanya mengupayakan adanya pemisahan KK Sukemi dari adiknya, sehingga dapat diusulkan bantuan rumah ke pemerintah.Sukemi, 58, janda yang tinggal di bawah pohon pisang setelah rumahnya roboh karena termakan usia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya