SOLOPOS.COM - Ilustrasi kartu BPJS (JIBI/Solopos/Dok.)

Jaminan kesehatan nasional diberikan pemerintah kepada msyarakat.

Solopos.com, SOLO – Pemerintah Kota (Kota) Solo dianjurkan lebih baik memanfaatkan APBD untuk membayari iuran kepesertaan Jaminan Kesehatan Kesehatan (JKN) bagi masyarakat ketimbang membiayai pelaksanaan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) baru.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dosen Fakultas Kedokteran Universutas Sebelas Maret (UNS) Solo, dr. Tonang Dwi Ardyanto, mengatakan akan lebih aman apabila Pemkot mau menganggarkan APBD untuk membayari kepesertaan JKN melalui Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS). Menurut dia, niat Pemkot untuk memberikan lagi jaminan kesehatan bagi masyarakat di luar yang sudah terdaftar sebagai penerima bantuan iuran (PBI) masih dapat dicarikan klausulnya.

“Bantuan bagi masyarakat sedikit di atas miskin itu masih diperlukan. Hanya mekanismenya tetap harus mengikuti alur aturan. Apabila Pemkot memilih bansos, maka tinggal secara mekanisme BLU dialokasikan. Langkah ini juga ditempuh oleh Jakarta. Tapi model Pemda DKI memilih pilihan untuk membayarkan iuran JKN bagi masyarakat yang ternyata tidak mampu membayar iuran JKN,” kata Tonang saat berbincang dengan  di UNS, Minggu (31/10/2016).

Tonang yang juga menjadi Wakil Direktur RS UNS Solo mengatakan Pemkot punya dua pilihan. Pertama, Pemkot bisa membayari iuran JKN masyarakat sebagai suatu program jaminan kesehatan daerah.

Pilihan kedua, Pemkot bisa memberikan bantuan sosial kepada yang memang belum mendapatkan jaminan dari JKN. Apabila Pemkot memilih pilihan pertama, maka bisa pembayaran dilakukan seterusnya sampai lewat tahun 2019.

“Tentu ada syarat dan ketentuan terhadap siapa yang berhak menerima dukungan itu. Sedangkan apabila Pemkot memilih opsi kedua, maka perlu diperhatikan bahwa sebelum 2019 nanti ada dua pilihan lagi, yakni menjadi peserta JKN sebagai PBI karena memang benar-benar tidak mampu atau menjadi peserta mandiri. Kalau saya, lebih baik Pemkot memiliki opsi pertama dalam menyalurkan bantuan kesehatan,” papar Tonang.

Tonang menyampaikan apabila tingkat ekonomi masyarakat naik, bantuan pembayaran iuran JKN bisa dialihkan. Dia menyampaikan sekarang sudah ada Permensos No. 5/2016 yang mengatur tentang mekanisme verifikasi dan validasi peserta PBI oleh pemerintah daerah (Pemda). Dahulu dengan PP No. 101/2012, verifikasi dilakukan setiap 6 bulan. Namun, dengan PP No. 76/2015, verifikasi sekarang bisa dilakukan setiap hari, paling lambat tiap 6 bulan.

“Pada tahun 2005, terdapat putusan JR terhadap UU Sistem Jaminan Sosial Nasional [SJSN] No. 40/2004 ke MK. Hasilnya menyatakan bahwa tidak seperti pasal 5 UU dimaksud. Maka Pemda masih boleh mengembangkan semacam program perlindungan kesehatan bagi masyarakat di daerah dengan syarat tidak bersifat double-funding atau pertanggungan ganda dengan JKN. Artinya, apa yang sudah diperoleh dari JKN, tidak boleh ditumpangi dengan program daerah. Jadi program daerah hanya bersifat menambahkan manfaat,” terang Tonang.

Seorang kader posyandu di Kelurahan Danukusuman, Serengan, Sadiani, 48, menilai masyarakat lebih puas saat menggunaakan kartu PKMS untuk berobat ketimbang menggunakan KIS maupun BPJS. Saat menggunaan kartu PKMS dahulu, masyarakat tidak dibuat bingung dengan sistem birokrasi.

“PKMS pernah ada tapi dihapus karena bertentangan dengan UU JKN. PKMS yang baru nanti bagaimana? Warga lebih sreg menggunakan kartu PKMS. Tapi kalau nanti di tengah jalan dihapus lagi bagaimana? Kami malah enggak punya jaminan kesehatan. Harus ada penjelasan jelas agar warga tidak ragu. Lebih aman memang warga ikut BPJS. Bantuan pemerintah bisa dengan membatu membayar iurannya,” ujar Sadiani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya