SOLOPOS.COM - Ilustrasi kartu BPJS Kesehatan. (JIBI/Solopos/Dok.)

Jaminan kesehatan BPJS menaikkan iuran bagi peserta mandiri.

Solopos.com, BOYOLALI – Sebanyak 40 persen peserta Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Boyolali diketahui tidak aktif membayar premi BPJS.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

BPJS Boyolali yang membawahi wilayah Boyolali dan Klaten mencatat jumlah peserta BPJS mandiri di dua wilayah tersebut mencapai 158.878 peserta. Jumlah peserta yang tidak aktif membayar premi mencapai 34.792 peserta.

Kepala Unit Hukum Komunikasi Publik dan Kepatuhan BPJS Kabupaten Boyolali, Aminah, mengatakan kondisi ini mengakibatkan pendapatan dari iuran premi peserta BPJS tidak sebanding dengan biaya belanja kesehatan yang dikeluarkan untuk pelayanan kesehatan.

“Jadi biaya belanja kesehatan lebih besar dari iuran premi peserta BPJS , kondisi ini mengakibatkan BPJS Boyolali defisit,” kata Aminah, dalam keterangan tertulis yang diterima solopos.com, Kamis (17/3/2016).

Dia mencontohkan, pada Februari 2016 belanja pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS sebesar Rp58,506 miliar, sedangkan premi iuran dari peserta hanya Rp21,469 miliar. Ini artinya BPJS harus menombok Rp40 miliar untuk belanja pembayaran pelayanan kesehatan anggota.

Menurut Aminah, kebanyakan masyarakat akan aktif membayar premi hanya ketika jatuh sakit. Namun setelah sembuh banyak yang tidak membayarnya. Selain itu ada sejumlah masyarakat ikut Program BPJS ketika menderita sakit kronis seperti ginjal dan penderita leukimia dan kanker. Padahal penderita ginjal, menurut Aminah, dalam satu pekan bisa dua kali cuci darah.

“Sekali cuci darah minimal biaya yang dikeluarkan Rp600.0000 hingga Rp 700.000, begitu pula penderita hemophilia yang harus transfusi darah dan kemoterapi yang harus kemo ke rumah sakit di Solo karena di Boyolali belum ada alat kemo,” ujarnya.

Jumlah pasien kemoterapi bisa mencapai 193 orang dalam satu bulan menghabiskan dana Rp318 juta lebih. Sedangkan untuk hemodialisa ada 2.165 kasus dengan biaya per bulan mencapai Rp5,253 miliar. Penderita thalasemia sebanyak 109 kasus per bulan dengan biaya mencapai Rp2,135 miliar.

Untuk itu dia berharap masyarakat yang menjadi peserta BPJS mandiri untuk aktif membayar secara rutin. “Perlunya pemahaman bahwa BPJS merupakan asuransi gotong royong, yang sehat mensubsidi yang sakit,”jelasnya.

Seperti diketahui, dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.19 Tahun 2016 atas Perubahan Perpres Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan disebutkan pimpinan dan anggota DPRD dimasukkan dalam kelompok Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU). Pembayaran premi 2 % dibayar anggota DPRD dan 3 % dibayar oleh pemerintah.

Selain itu dalam perpres tersebut juga ada perubahan penyesuaian iuran bagi peserta penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesehatan serta penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah senilai Rp23.000 per orang per bulan. Sedangkan iuran untuk pekerja bukan penerima upah (PBPU) iuran untuk kelas II senilai Rp30.000 per orang per bulan, kelas II Rp50.000 per orang per bulan dan kelas I membayar premi sebesar Rp80.000 per orang per bulan.

“Penyesuaian iuran yang tertuang dalam prepres nomor 19 tahun 2016 merupakan hitungan aktuaris oleh para ahli dan mendapat rekomendasi dari Dewan Jaminan Sosial Nasional,” kata Aminah.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya