SOLOPOS.COM - Guru SLB Negeri Ungaran, Kabupaten Semarang, Jateng, Rabu (14/6/2017), mengajarkan gerakan salat kepada siswa dalam kegiatan Pesantren Ramadan. (JIBI/Solopos/Antara/Aditya Pradana Putra)

Solopos.com, SOLO – Karier profesi guru pendidikan agama (GPA) di Indonesia ibarat menemui jalan terjal. Ada sejumlah kendala dihadapi guru mulai dari pusat hingga daerah.

Hal itu terungkap dalam hasil riset Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. Riset itu bertajuk Implementasi Kebijakan Guru Pendidikan Agama di Sekolah Tahun 2019.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Peneliti, Lisa’diyah Ma’rifataini, mengatakan sedikitnya ada empat aspek yang berpengaruh terhadap kinerja guru pendidikan agama. Keempat aspek itu meliputi pembinaan, karier, kesejahteraan, dan perekrutan.

"Asumsi yang dibangun, jika empat aspek tersebut terdapat problem dapat dipastikan layanan pendidikan agama tidak berjalan optimal," kata dia, kepada Solopos.com, Sabtu (11/4/2020).

Ekspedisi Mudik 2024

Masih Tinggi, Indeks Kerukunan Umat Beragama Indonesia 73,83

Aspek Pembinaan

Dari segi pembinaan, misalnya keterbatasan anggaran di Kementerian Agama Kabupaten/Kota membuat pembinaan langsung terhadap GPA sangat minim. Selain itu, pembinaan dari Kementerian Agama Daerah juga menunggu pusat.

Pembinaan GPA oleh Kantor Kementerian Agama itu meliputi Pengawas PA, Bimtek Kurikulum 2013, PKB untuk GPA dan Pengawas PA, Apresiasi GPAI dan PPAI berprestasi, dan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PPKB).

Dalam PPKB ada kompetensi profesional yakni Pedagogik I dan Pedagogik II. Namun, Direktorat PAI menitikberatkan kepada Pedagogik II yakni terkait metodologi pembelajaran. Hambatan lainnya dalam PPKB ini adalah kendala internet saat dilakukan online.

"Sejauh ini masih banyak daerah yang kesulitan melakukan assessment online karena problem jaringan dan kemampuan GPA sendiri," ujar dia.

Meningkat 1,13 Poin, Pelayanan Haji Indonesia Sangat Memuaskan

Aspek Karier

Lisa'diyah menambahkan perihal karier guru pendidikan agama, kenaikan pangkat umumnya terkendala pada kemampuan menghasilkan karya tulis ilmiah dan penelitian tindakan kelas. Kendala ini ditemui pada kenaikan pangkat dari III/c ke III/d, III/d ke IV/a, IV/a ke IV/b.

"Hal itu terjadi karena keterbatasan kemampuan akademik dan minimnya pembinaan kemampuan menulis ilmiah," terang dia.

Masalah lainnya, kewenangan Kementerian Agama dalam pengurusan kenaikan pangkat GPA hanya sempai penilaian angka kredit kepangkatan IV/b. Sedangkan IV/b ke IV/c dan seterusnya harus melalui uji kompetensi di Kemendikbud.

"Temuan di Jawa Timur menunjukkan gejala mengkhawatirkan yakni terjadinya stagnasi kenaikan jabatan fungsional guru agama di lingkungan GPA Kementerian Agama," urai dia.

Lain halnya dengan GPA Pemda, karier kepangkatan kepegawaiannya langsung ditangani birokrasi setempat sehingga lebih mudah. Kondisi itu menimbulkan perlakuan diskriminatif, menciptakan kesenjangan dan memicu kecumburuan.

Layanan KUA: Masyarakat Puas, Sarpras Perlu Ditingkatkan

Aspek Kesejahteraan

kendala yang ditemui GPA terkait kesejahteraan adalah banyaknya persyaratan dalam sertifikasi guru. Meski, semua berkas sudah diproses melalui aplikasi online, namun, tetap saja ada daerah dengan proses pencairan yang sangat pelik. Kondisi ini sangat merepotkan para guru untuk memperoleh hak tunjangan profesi guru.

"Tidak kalah pentingnya masalah terbatasnya akses mengikuti program Pendidikan Profesi Guru. Sampai saat ini masih banyak GPA yang terhambat dalam memperoleh sertifikasi," ujar dia.

Aspek Perekrutan

Pada aspek perekrutan GPA juga masih ada sejumlah masalah, salah satunya dualisme instansi yang berwenang melakukan perekrutan mendorong munculnya perlakuan diskriminatif.

Indeks Kesalehan Sosial: Makin Taat Ibadah, Seseorang Makin Beradab

Selain itu, ada kesulitan menerapkan standarisasi kompetensi dalam perekrutan karena masing-masing daerah menerapkan standar berbeda-beda.

Lalu, adanya kesulitan melakukan manajemen sumber daya GPA berdasarkan peta kebutuhan yang ada.

"Masih tumbuhnya sikap ego sektoral yang menyulitkan upaya koordinasi dan sinkronisasi dalam manajemen GPA secara nasional," ujar dia.

Terkait permasalahan itu Lisa'diyah merekomendasikan perlu pembenahan regulasi pada aspek pembinaan GPA, manajemen karier, kesejateraan, dan mekanisme serta standarisasi perekrutan.



"Selain itu perlu pula ditingkatkan koordinasi antar kedua instansi [kementerian dan pemda] agar terbangun manajemen GPA yang lebih profesional, terpadu dan terukur," pesan dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya