SOLOPOS.COM - Jalal Haryadi, 33, seorang kurir perusahaan jasa logistik, JNE di Klaten bersiap mengirimkan barang kepada konsumen, Senin (19/11/2012). (JIBI/SOLOPOS/Moh Khodiq Duhri)

Jalal Haryadi, 33, seorang kurir perusahaan jasa logistik, JNE di Klaten bersiap mengirimkan barang kepada konsumen, Senin (19/11/2012). (JIBI/SOLOPOS/Moh Khodiq Duhri)

Keseharian Jalal Haryadi, 33, tak bisa dilepaskan dari sepeda motor bututnya. Bagi Jalal, motor itu tak sekadar sarana transportasi, tapi juga sebagai media datangnya rezeki.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Lebih dari tujuh tahun lamanya, sepeda motor bernomor polisi AD 5371 JL itu menjadi bagian dalam hidup Jalal. Kini, motornya itu sudah tidak sekokoh waktu diturunkan dari sebuah dealer sepeda motor. Sebagai seorang kurir, warga Desa Manjung, Kecamatan Ngawen, Klaten ini tak punya banyak waktu untuk merawat sepeda motornya secara berkala.

Waktunya habis terbuang di jalan untuk mengantarkan barang ke tempat tujuan. Berangkat pagi, pulang malam sudah menjadi rutinitas sehari-harinya. Praktis, waktu Jalal lebih banyak digunakan bersama sepeda motornya daripada bersama istri dan dua buah hatinya yang kembar.

Entah sudah berapa kali sepeda motor itu masuk bengkel. Mur dan baut sudah berguguran entah ke mana. Plester warna hitam sengaja direkatkan untuk menguatkan kaca lampu depannya yang sudah goyah karena hilangnya baut. Pernah suatu ketika ban belakangnya pecah ketika hendak melintasi terjalnya rel kereta api di kawasan Prambanan.
Dia panik bukan saja karena takut kereta lewat saat dia berada tepat di tengah rel. Lebih daripada itu, dia takut mengecewakan konsumen karena terlambat mengantarkan barang. Dengan sisa-sisa tenaganya, dia mendorong sepeda motor hingga ratusan meter dengan beban barang-barang yang akan diantarnya ke tempat tujuan. Waktunya banyak terbuang untuk menemukan sebuah bengkel. Pecahnya ban sepeda motor Jalal, bukan kali pertama terjadi. Kejadian serupa juga dialaminya ketika piket mengambil barang di Kantor JNE Cabang Solo.

Pagi itu, waktu menunjukkan pukul 08.00 WIB. Setelah berpamitan dengan istri dan kedua balita kembarnya, Jalal bergegas berangkat ke kantornya, JNE, sebuah perusahaan jasa logistik yang beralamat di Jl Ronggowarsito No 27, Klaten. Tumpukan barang sudah menanti di depan mata. Satu per satu barang itu dimasukkan dalam sebuah tas hitam berukuran cukup besar.

“Hari ini jadwalnya ke Desa Kendalsari [sebuah desa yang berjarak sekitar 7 km dari puncak Gunung Merapi]. Ada beberapa barang yang harus diantar ke sana,” ujar Jalal kala berbincang dengan Solopos.com di sela-sela kesibukannya menata barang, Senin (19/11/2012).

Sembari memilah-milah barang yang akan diantarnya, suami dari Istriningsih, 30, ini membagi suka duka selama lebih dari tujuh tahun menjadi kurir JNE kepada Solopos.com. Wilayah kerja Jalal meliputi lima kecamatan di Klaten yakni Jogonalan, Prambanan, Manisrenggo, Karangnongko, dan Kemalang. Khusus tiga kecamatan terakhir merupakan kawasan dengan medan amat terjal nan curam. Tiga kecamatan itu berada di kaki Gunung Merapi. Saban hari, lebih dari 400 unit truk hilir mudik mengangkut pasir dan batu hasil penambangan Galian C di alur sungai atau lereng salah satu gunung teraktif di dunia itu.

Muntahan material lahar dingin Gunung Merapi yang sempat meletus pada akhir 2010 lalu memang menjadi berkah bagi warga sekitar. Di sisi lain, warga di bagian hulu bisa memiliki penghasilan dari hasil tambang pasir dan batu. Namun, di sisi lain, warga di bagian hilir menuai getahnya. Banyaknya truk yang melanggar batas tonase dituding menjadi biang kerusakan jalan. Kecelakaan lalu lintas sudah kerap terjadi akibat lubang menganga di tengah jalan. Pasir dan debu yang beterbangan merupakan pandangan sehari-hari yang ditemukan pada jalur menuju lereng Merapi.

Jalal paham betul risiko pekerjaannya sebagai seorang kurir. Apapun risikonya, dia berusaha siap mengantarkan puluhan bahkan ratusan barang ke tempat tujuan dalam sehari. Jalan terjal dan curam sudah menjadi santapan sehari-harinya. Perjuangannya mengantarkan barang kepada konsumen tak kenal lelah. Kondisi jalanan yang penuh debu dan truk bertonase tinggi sedikitpun tak menyurutkan semangat bekerja. Jalal sendiri sudah lupa entah sudah berapa kali bannya bocor atau diganti yang baru akibat dipaksakan melintasi jalan terjal itu. Baginya, nafkah kepada istri dan kedua putranya adalah yang utama. Keringat yang bercucuran, badan yang pegal-pegal karena buruknya medan, langsung terbayar ketika konsumen membubuhkan tanda tangan sebagai bukti bahwa barang telah diterima. Seulas senyum dan ucapan terima kasih yang tulus dari konsumen adalah anugerah yang sangat melegakan hatinya.

Perjuangan mengantarkan barang ke tempat tujuan di lereng Merapi tak selamanya berjalan mulus. Seringkali Jalal harus bertanya rute menuju rumah konsumen kepada setiap orang yang dijumpainya di jalan. Setelah melewati berkilometer jalan terjal, curam, dan berkelok-kelok, akhirnya Jalal menemukan alamat konsumen yang dimaksud. Akan tetapi, dia harus membawa pulang kembali barang itu karena rumah tersebut tak berpenghuni. Pada hari berikutnya, dia akan mengulangi kembali perjalanannya mengantarkan barang tersebut.

“Kalau rumah sepi biasanya ditinggal konsumen mencari rumput untuk pakan ternak. Barang itu adalah amanah yang tak mungkin saya tinggal atau saya titipkan ke tetangga. Terlalu berisiko kalau orang yang dititipi barang itu ternyata tidak bertanggung jawab. Kalau konsumen sudah membubuhkan tanda tangan, baru barang diberikan,” paparnya.

Keterlambatan pengiriman barang bukan semata kesalahan Jalal. Banyak faktor yang mempengaruhi keterlambatan pengiriman barang, salah satunya tidak adanya konsumen di rumah. Namun, sebagian konsumen tidak mau tahu alasan keterlambatan pengiriman barang itu. “Ada juga konsumen yang marah-marah karena barang datang sedikit terlambat. Tapi tidak apa-apa, itu risiko pekerjaan yang harus saya tanggung sendiri,” katanya.

Jalal merupakan satu dari ribuan kurir JNE yang mendedikasikan hidupnya untuk perusahaan dan konsumen. Mereka adalah ujung tombak dari keberhasilan perusahaan jasa logistik ini mengambil hati masyarakat. Keberadaan kurir perusahaan jasa logistik menjadi salah satu pilar keberhasilan dalam menghadapi era pasar bebas.

Kepala Cabang JNE Solo, Bambang Widiatmoko, memandang era pasar bebas sebagai sebuah peluang mengembangkan perusahaan jasa logistik lebih maju. Jika era pasar bebas oleh banyak kalangan dipandang sebagai momok menakutkan bagi sebagian perusahaan dalam negeri, tidak demikian halnya bagi JNE. Menurut Bambang, JNE sudah menguatkan jaringan dan meningkatkan pelayanan untuk mengambil hati konsumen dalam rangka menghadapi era pasar bebas. “Jaringan JNE meliputi pelosok tanah air. Perusahaan asing akan berpikir ulang untuk bersaing dengan perusahaan yang memiliki jaringan kuat. Perusahaan asing itu tak perlu dipandang sebagai pesaing melainkan sebagai mitra kerja yang bakal bersimbiosis saling menguntungkan dengan JNE,” ujar Bambang kepada Solopos.com, Selasa (20/11/2012).

Dijelaskan Bambang, JNE sudah mempersiapkan jauh-jauh hari untuk menghadapi era pasar bebas. JNE sudah memelopori penggunaan sistem teknologi informasi di kalangan perusahaan jasa logistik di tanah air.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya