SOLOPOS.COM - Kendaraan angkutan umum terlihat mengetem menunggu penumpang di Pasar Sunggingan, Boyolali, Senin (4/10/2021). Pandemi Covid-19 membuat pendapatan sopir angkutan umum merosot. (Solopos.com/Cahyadi Kurniawan)

Solopos.com, BOYOLALIAngkuta warna warni datang dan pergi di kawasan Pasar Sunggingan, pusat pertemuan berbagai trayek angkutan di Boyolali. Beberapa kendaraan terlihat mandek dan mengetem sampai penuh penumpang lalu berangkat lagi.

Pagi itu, Sumedi tengah duduk-duduk di pasar sembari menikmati dawet kesukaannya. Angkutanya masih kosong. Namun, di kabin dan atap mobil itu terlihat sejumlah barang-barang milik pelanggannya yang berdagang di Pasar Sunggingan. Sesekali, pelanggannya datang memintanya menunggu sejenak karena jualannya belum rampung.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pria asal Karangkendal, Kecamatan Tamansari ini menjadi satu dari 15-20 sopir yang masih mengoperasikan angkutanya di trayek 12 warna biru. Total trayek ini memiliki 43 kendaraan. Sebagian sopir memilih alih profesi menjadi buruh bangunan atau menjaga toko lantaran pendapatan dari narik angkuta tak lagi menjanjikan.

Baca Juga: Gantung Diri, IRT di Giriwoyo Wonogiri Tinggalkan Surat, Ini Isinya

Ekspedisi Mudik 2024

“Saya enggak punya keahlian lain. Saya enggak kuat kerja kasar. Terpaksa saya masih seperti ini. Masih setoran tapi sedapatnya. Juragan menyadari kalau dapat sedikit, setor sedikit. Dapat banyak, setor banyak,” kata Sumedi, saat ditemui Solopos.com, di Pasar Sunggingan, Senin (4/10/2021).

Pandemi membuat pendapatannya kian surut di tengah makin lesunya bisnis angkutan umum di Boyolali. Selama pandemi, Sumedi hanya bisa mengumpulkan Rp60.000-Rp70.000 per hari. Itu pun, ia hanya menarik sekali. Artinya satu perjalanan pergi dan satu perjalanan pulang. Waktunya lebih banyak dihabiskan untuk mengetem.

Ia berharap kondisi pandemi yang berangsur membaik bisa mendongkrak kembali pendapatannya. Bocah-bocah pelajar yang menjadi penumpang setianya bisa kembali naik angkuta ke sekolah. Warga juga juga kembali menjenguk kerabat, keluarga atau tetangganya yang sakit di rumah sakit.

Baca Juga: Gantung Diri, IRT di Giriwoyo Wonogiri Tinggalkan Buku Daftar 27 Pinjol

“Ini kan belum boleh. Biasanya ada rombongan jenguk orang sakit. Wisata juga kalau sudah dibuka akan lebih baik. Ini kan belum dibuka,” tutur dia.

 

Tak Berubah

Data Dinas Perhubungan Boyolali pada 2020, menunjukkan jumlah armada angkutan umum di Boyolali relatif tak banyak berubah dibandingkan pada 2004. Sebagai contoh, angkuta trayek 01 warga oranye masih ada 26 unit. Jumlah ini hanya berkurang 2 unit dibandingkan kondisi pada 2004 yang disebut dalam tesis mahasiswa Universitas Diponegoro, Zakky Kurniawan.

Meski demikian, pada masa prapandemi, jumlah armada yang tersedia dan yang beroperasi di jalan cenderung sedikit. Sebab, biaya operasional kendaraan cukup tinggi sementara pendapatan tak lagi bisa menutupnya.

Baca Juga: Kendaraan Roda 3 Nyemplung di Sungai di Klaten Utara, Pengemudi Shock

“Dengan kondisi demikian, kami terus terang tetap mengusahakan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kami pendekatan kepada pengusaha agar tetap melayani. Yang tadinya 10 [kendaraan] diminta tetap jalan meski cuma 2-3 kendaraan saja,” ujar Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Dishub Boyolali, Sigit Harimulyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya