SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Selama ini, jam kerja dan jatah libur seorang pembantu rumah tangga (PRT) tidak jelas. Aturan itu pun diusulkan untuk diakomodir dalam RUU PRT yang saat ini sedang digodog DPR.

Usulan itu disampaikan sejumlah LSM, Senin (10/5) yang tergabung dalam Jaringan Kerja Layak untuk Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) seperti Koalisi Perempuan Indonesia, Kapal Perempuan, SA KPPD Surabaya, KOHATI PB HMI, Kongres Operata Yogyakarta, KPKB, LA Perempuan Damar Lampung, LBH APIK, LBH Jakarta, LBH Bali dan masih banyak lagi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

JALA PRT mengusulkan pembantu akan mendapatkan hak-hak layaknya pekerja kantoran seperti libur, jam kerja, dan cuti tahunan. Jam kerja seorang pembantu dibagi menjadi dua bagian. Seorang PRT yang bekerja enam hari sepekan, dia harus bekerja tujuh jam dalam satu hari. Untuk yang bekerja lima hari, dia bekerja delapan jam per hari.

“Pemberi kerja yang mempekerjakan PRT melebihi waktu kerja, wajib membayar upah kerja lembur,” kata Umi Farida dari JALA PRT.

Selain itu, PRT juga berhak mendapatkan cuti berupa cuti panjang, cuti tahunan, cuti hamil dan melahirkan, cuti gugur kandungan, cuti paternal, cuti duka cita, cuti menikah dan cuti haid. Jika hak-hak PRT ini dilanggar, maka masyarakat yang menggunakan tenaga PRT dapat dipidana.

“Majikan yang melanggar hak-hak PRT akan dikenai sanksi pidana kurungan paling singkat satu bulan dan paling lama satu tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 100 juta,” tambahnya.

“Latar belakang RUU ini karena banyak kasus PRT, ada 200 kasus selama dua tahun terakhir yang hak-hak PRT tak terpenuhi,” katanya.

dtc/ tiw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya