SOLOPOS.COM - Gedung Bundar Kejaksaan Agung (Istimewa/Google Streetview)

Persatuan Jaksa Indonesia menolak fungsi Densus Tipikor yang menggabungkan penyidikan dan penuntutan.

Solopos.com, JAKARTA — Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) menolak format Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) Polri yang memasukkan kewenangan penuntutan di dalam unit tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Reda Mantovani dari PJI mengatakan pihaknya tidak mempersoalkan pembentuan detasemen khusus yang diinisasi oleh Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian itu. Namun, hal itu sepanjang Densus hanya menyangkut bidang penyidikan.

“Kejaksaan sudah ada satgas yang menangani korupsi sejak 2008 dan 2015 diperkuat lagi zaman HM Prasetyo. Tapi densus itu jangan mengatur ranah penuntutan. Kita sudah ready di penuntutan,” ujarnya, Minggu (22/10/2017).

Menurutnya, jika Kapolri ingin penanganan kasus korupsi dilakukan lebih seksama dan menghindarkan bolak-baliknya berkas perkara sebelum penuntutan, para pemangku kepentingan harus memperbaiki sistem hukum secara menyeluruh. Jadi, bukan cuma mengubah mekanisme penanganan perkara tipikor.

Langkah untuk memperbaiki sistem ini menurutnya sudah berjalan dalam revisi Undang-undang (UU) No. 8/1982 tentang KUHAP yang drafnya masih di Kementerian Hukum dan HAM. “Dalam revisi itu, integrasi penyidik dan penuntut sudah diatur di draft tersebut dan dilakukan untuk perkara apa saja, bukan hanya perkara korupsi,” lanjutnya.

Menurutnya, jika niat menggabungkan kewenangan penuntutan pada detasemen tersebut maka akan melanggar banyak hal seperti UU Kejaksaan karena penuntut umum tertinggi ada di tangan Jaksa Agung. Densus, lanjutnya, tidak bisa meniru KPK karena penggabungan penyidikan dan penuntutan pada lembaga itu merupakan amanah UU Tipikor.

Selain melangar UU KPK, pihaknya juga melihat kewenangan penggabungan itu berpotensi melanggar hukum acara pidana yang memang memisahkan secara jelas kewenangan penyidikan dan penuntutan. Densus yang hanya berdasar hukum peraturan presiden menurutnya tidak bisa mengatur hukum acara pidana.

“Kalau memang mau atur, bikin UU baru sekalian atau revisi KUHAP,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya