SOLOPOS.COM - Angelina Sondakh (detik)

Angelina Sondakh (detik)

JAKARTA–Jaksa penuntut umum menolak nota keberatan (eksepsi) terdakwa perkara korupsi Angelina Sondakh. Jaksa meminta majelis hakim tetap melanjutkan pemeriksaan pokok perkara di persidangan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Kami mohon agar majelis hakim untuk memutuskan menolak keberatan terdakwa, menyatakan surat dakwaan penuntut umum dijadikan sebagai dasar pemeriksaan dan mengadili tindak pidana korupsi terdakwa,” kata JPU KPK di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (19/9/2012).

Jaksa menanggapi 5 poin pokok yang menjadi materi nota keberatan yang disampaikan tim penasihat hukum Angie pekan lalu. Pertama mengenai surat dakwaan penuntut yang dinilai kabur karena salah merumuskan dakwaan tindak pidana.

“Alasan-alasan penasihat hukum tidak benar. Mengenai pemilihan syarat dakwaan apakah alternatif atau subsidaritas adalah kewenangan penuntut umum. Dakwaan alternatif merugikan adalah keliru, justru dakwaan ini memberi kesempatan luas bagi terdakwa untuk melakukan pembelaan,” kata jaksa.

Kedua, keberatan penasihat hukum terkait perumusan locus delicti salah satunya di ruang kerja Angie. “Kebenaran locus delicti di ruang kerja terdakwa nomor 2301 gedung Nusantara I di kantor DPR, apakah terletak di Jakarta Pusat atau Jakarta Selatan itu masuk materi pokok perkara,” sanggah jaksa.

Ketiga, keberatan atas dakwaan penuntut umum mengenai rumusan penerimaan uang oleh Angie dalam proyek Kemendiknas dan Kemenpora. Jaksa menegaskan, dakwaan yang disusun telah menguraikan jumlah uang yang diterima Angie dari proyek di dua kementerian tersebut.

“Mengenai kebenaran fakta penerimaan uang, menurut kami masuk materi pokok perkara yang seharusnya dibuktikan nanti di persidangan,” tutur jaksa.

Keempat, mengenai keberatan penasihat hukum atas penerapan pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan pertama. “Penuntut umum punya kewenangan sepenuhnya dalam menerapkan ketentuan pidana dalam dakwaannya,” sebut jaksa.

Jaksa juga menanggapi keberatan poin kelima mengenai penggunaan pasal 5 ayat 1 dan 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jaksa menyanggah pendapat penasihat hukum yang menyebut pemberi hadiah atau janji harus disidik terlebih dahulu sebelum menyidik penerima.

“Kami tidak sependapat jika penuntut umum harus mengajukan si pemberi hadiah ke persidanganm. UU Tipikor tidak mengatur secara mperatif mengenai hal tersebut,” tegas jaksa.

Angie didakwa telah menerima uang sebanyak Rp 12,58 miliar serta US$ 2,35 juta dalam kurun waktu Maret 2010 hingga November 2010. Uang tersebut diberikan oleh Permai Grup yang sebelumnya sudah dijanjikan oleh Mindo Rosalina Manulang.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), uang tersebut diberikan dalam rangka pengurusan proyek di sejumlah Universitas di Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendiknas termasuk program pengadaan sarana dan prasarana di Kemenpora.

Sidang akan dilanjutkan hari Kamis, 27 September dengan agenda putusan sela oleh majelis hakim yang diketuai Sudjatmiko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya