SOLOPOS.COM - Ahli Patologi Forensik dari Australia, Beng Ong (kedua kanan) menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (5/9/2016). Sidang tersebut menghadirkan dan mendengarkan keterangan saksi yakni Ahli Patologi Forensik dari Australia, Beng Ong. (JIBI/Solopos/Antara/Rivan Awal Lingga).

Jaksa menduga pengacara Jessica tertular kebohongan klien mereka. Jaksa pun berharap penasihat hukum mendapat hidayah.

Solopos.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) menjawab berbagai tudingan penasihat hukum Jessica Kumala Wongso dalam pledoi pekan lalu dan menyebutnya sebagai tuduhan keji. Bahkan, jaksa pun menyebut penasihat hukum kemungkinan tertular kebiasaan Jessica melakukan kebohongan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Salah satu tudingan penasihat hukum Jessica adalah jaksa sengaja tidak menghadirkan Dr Djaja Suryaatmadja yang menyuntikkan cairan formalin ke jenazah Wayan Mirna Salihin. Belakangan, justru Otto Hasibuan dkk yang menghadirkan Djaja sebagai saksi ahli yang membela Jessica.

“Jaksa dianggap tidak sportif karena tidak menghadirkan Dr. Djaja. Ini tuduhan keji. Karena di BAP ada kesaksian Dr Djaja, namun sama sekali tidak menjelaskan kematian Mirna,” kata Jaksa Meylany Wuwung mebacakan replik dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (17/10/2016), dalam sidang yang ditayangkan live oleh Kompas TV dan Inews.

Kemudian, pernyataan penasihat hukum bahwa Wayan Mirna Salihin tidak meninggal karena sianida dinilai jaksa tidak beralasan. Pasalnya, sisa kopi di gelas Mirna terbukti mengandung sianida.

“Karena itu kami tidak bisa berkata-kata lagi. Permainan apa yang dimainkan penasihat hukum. Apakah tidak menganggap pengadilan itu mulia? Apa kebohongan itu menular? Kalau iya, berarti terdakwa menularinya. Terdakwa masuk kategori inkonsisten, bahasa umumnya pembohong, sehingga penasihat hukum bisa tertular,” kata jaksa lagi.

“Semoga saja kami keliru. Kami masih mengharapkan kebaikan dan kejujuran penasihat hukum. Semoga mendapatkan hidayah sehingga penasihat hukum kembali menegakkan kembali etika advokat.” Baca juga: Replik Jaksa: Sebut Pledoi Jessica Wongso Penuh Kebohongan.

Tudingan lain yang dibantah jaksa adalah tidak pernah hadirnya Lia Amalia, penata rias jenazah yang mengurus jenazah Mirna. Penasihat hukum Jessica menyebut jaksa tega karena keterangan Lia Amalia tidak pernah dibacakan.

“Perlu diklarifikasi, semua itu ada dasarnya dan dapat dipertanggungjawabkan. Itu sudah dipertanyakan pada inti pemeriksaan dalam kesaksian Dr Budiawan di link youtube,” katanya lagi.

Dalam sidang yang mendengarkan keterangan toksikolog Dr Budiawan, jaksa sempat menyinggung BAP Lia Amalia itu. Jaksa menanyakan apakah Budiawan melihat data BAP Lia yang melihat muka Mirna kemerahan. Warna merah red cherry disebut-sebut salah satu ciri seseorang keracunan sianida.

“Jadi, mengapa penasihat hukum menuduh jaksa keji, padahal kekejian itu datang dari mereka sendiri. Pledoi ribuan itu harusnya ada mengandung transkrip tersebut. Mereka kaget, tidak ditemukan satu kata pun yang membahas Lia Amalia. Ada apa ini?” kata jaksa.

Jaksa pun menyindir pledoi penasihat hukum Jessica yang tebalnya mencapai 3.000 halaman. Salah satu isi pledoi adalah transkrip-transkrip perjalanan sidang pemeriksaan saksi dan ahli. Baca juga: Tak Kalah Panjang! Pledoi Jessica Wongso Mencapai 3.000 Halaman.

“Mengapa pernyataan itu harus dihapus dari pledoi? Padahal pledoi itu isinya transkrip dan ternyata transkrip mereka pun tidak akurat. Sangat disayangkan, pada hal transkrip itu adalah kekuatan utama pledoi.”

Selain itu, jaksa mengkritik pernyataan penasihat hukum yang selalu menyebut ada rekaman CCTV yang mengarah pada meja 54 tempat Mirna meminum kopi, tapi tidak diperlihatkan. Pernyataan penasihat hukum tersebut dinilai mengada-ada karena sudah pernah dijelaskan oleh saksi Devi, manajer Olivier Cafe, bahwa saat kejadian, tidak ada kamera CCTV yang mengarah ke meja 54.

“Karena berdasarkan keterangan saksi Devi, dia mengatakan jelas kalau penambahan CCTV itu dilakukan setelah 6 Januari 2016, bukan sebelumnya. Jadi CCTV itu dipasang kemudian hari untuk mencegah kejadian serupa terjadi. Tidak ada CCTV lain saat kejadian,” kata Meylany.

Meylany menutup pengantar repliknya dengan menegaskan banyaknya kebohongan kubu Jessica. “Yang Mulia, masih banyak kebohongan-kebohongan penasihat hukum. Karena terlalu banyak, kami tidak bisa dibacakan satu persatu.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya