SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JAKARTA — Mohammad Hasan bin Khusni Mohammad dan R. Azmi Bin Muhammad Yusof –warga negara Malaysia yang menghalangi penyidikan tersangka korupsi PLTS di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Neneng Sri Wahyuni– dituntut sembilan tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Guntur Ferry Fahtar mengatakan kedua orang itu dianggap melanggar pasal 21 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Promosi BRI Catat Setoran Tunai ATM Meningkat 24,5% Selama Libur Lebaran 2024

“Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana terdakwa I Mohammad Hasan bin Khusni Mohammad dan terdakwa II R Azmi Bin Muhammad Yusof masing-masing 9 tahun penjara dan denda masing-masing Rp200 juta subsider masing-masing 4 bulan kurungan,” ujarnya dalam membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kamis (7/2/2013).

Neneng Sri Wahyuni, terdakwa kasus proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kemenakertrans Tahun Anggaran 2008, telah dituntut oleh jaksa penuntut umum KPK dengan pidana 7 tahun penjara, denda Rp200 juta dan harus mengembalikan uang Rp2,66 miliar.

Sebelum divonis oleh majelis hakim, Neneng bersama tim kuasa hukum akan mengajukan pembelaan (pledoi) terlebih dahulu.

Kedua warga negara Malaysia itu dianggap telah menghalangi penyidik KPK dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap Neneng Sri Wahyuni.

Kedua warga negara Malaysia itu dianggap melanggar pasal 21 UU No. 31/1999, mengenai perbuuatan orang yang sengaja mencegah atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan terhadap tersangka atau terdakwa atau saksi dalam perkara korupsi.

Jaksa Guntur menjelaskan niat atau kehendak terdakwa telah terwujudkan dengan memasukkan Neneng melalui jalur tikus (jalur tidak resmi), sehingga tidak diperiksa oleh pegawai imigrasi dan memesankan hotel berdasarkan nama terdakwa I (Mohammad Hasan bin Khusni Mohammad).

Jaksa menyatakan Hasan bin Khusni memesan hotel dengan menggunakan namanya untuk Neneng dan memesan tiket pesawat ke Batam atas nama Nadia.

“Terdakwa I juga memberi tahu Neneng untuk tidak pulang ke rumah, tetapi ke apartemen agar tidak ditangkap oleh interpol atau KPK sehingga perbuatan tersebut merintangi proses penyidikan tersangka Neneng,” ujarnya.

Menurutnya, beberapa hal yang memberatkan terhadap kedua terdakwa tersebut adalah membuat citra buruk penegakkan hukum, tidak mendukung program pemberantasan korupsi serta mempersulit jalannya persidangan. Adapun, hal yang meringankan adalah keduanya belum pernah dihukum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya