SOLOPOS.COM - Pembeli memilih aneka olahan mete di toko oleh-oleh khas di Jatisrono, Wonogiri, Senin (10/4/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com Stories

Solopos.com, WONOGIRI — Kacang mete yang sebenarnya biji jambu mete atau jambu monyet sudah lama identik sebagai oleh-oleh khas Wonogiri. Mayoritas orang yang berkunjung ke Wonogiri, termasuk para perantau yang mudik saat Lebaran, oleh-oleh pertama yang dicari biasanya adalah kacang mete.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Para pemudik atau pengunjung di Wonogiri berbondong-bondong datang ke pasar atau toko oleh-oleh untuk membeli mete, baik yang sudah matang atau siap makan maupun yang masih mentah tapi siap digoreng atau dipanggang.

Tak hanya jadi oleh-oleh yang dicari pendatang, mete juga diburu warga lokal Wonogiri karena biasanya menjadi sajian utama di meja tamu saat Lebaran. Bagi warga Wonogiri, tak lengkap rasanya jika meja tamu tidak ada mete saat kumpul keluarga di Hari Raya Idulfitri.

Bagi para perajin mete, Lebaran pun menjadi masa panen cuan mengingat tingginya permintaan. Jauh-jauh hari mereka menyiapkan stok yang jumlahnya berkali-kali lipat dibandingkan kondisi normal. Lalu bagaimana sebenarnya awal mulanya sampai mete menjadi oleh-oleh khas yang begitu identik dengan Wonogiri?

Berdasarkan informasi yang dihimpun Solopos.com dari berbagai sumber, tak diketahui secara pasti sejak kapan mete menjadi komoditas oleh-oleh khas yang banyak dicari orang ketika berkunjung ke Kota Sukses.

Kendati demikian, industri kacang mete terus berevolusi dari waktu ke waktu di Wonogiri. Subkoordinator Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan (Dispertan Pangan) Wonogiri, Parno, mengungkapkan kacang mete sudah menjadi jajanan khas Wonogiri sejak masa Orde Baru.

Pada masa itu, sekitar 1980-an Wonogiri menjadi sentra penanaman dan budidaya pohon jambu mete di Jawa. Menurut dia, sifat pohon jambu mete sulit tumbuh di kawasan dengan kelembapan tinggi dan harus mendapatkan panas dari sinar matahari langsung dalam waktu lama.

Berpusat di Jatisrono

Sifat itu sangat cocok dengan kondisi geografis dan cuaca Wonogiri yang berbukit dan cenderung kering atau panas. Itu lah mengapa sampai sekarang luasan tanam pohon jambu mete di Wonogiri itu paling banyak se-Jawa dan mete berkembang menjadi oleh-oleh khas Kota Sukses.

oleh-oleh khas wonogiri mete
Pengepul sekaligus penjual mete di Jatisrono, Wonogiri, Siswanto, menunjukkan mete kering yang siap dijual, Senin (10/4/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

“Dulu itu pohon mete ditanam secara masif. Bahkan ada unit pelayanan publik [UPP] khusus untuk mete,” kata Parno saat ditemui Solopos.com di Kantor Dispertan Pangan Wonogiri, Senin (10/4/2023).

Dia melanjutkan kala itu pohon mete banyak ditanam di beberapa wilayah yang relatif panas dan tidak banyak pohon-pohon besar, seperti di Jatiroto, Ngadirojo, dan Pracimantoro. Masifnya penanaman pohon jambu mete kala itu akhirnya membuahkan hasil berupa kacang mete.

Mulai dari itu, Wonogiri menjadi daerah penghasil kacang mete yang cukup besar. Hal tersebut kemudian diikuti dengan munculnya perajin-perajin kuliner mete dan olahan mete. Sentra industri makanan olahan mete sejak dulu sampai sekarang berpusat di Kecamatan Jatisrono.

Dari sana pula muncul olahan-olahan mete dengan berbagai varian dan hingga kini menjadi oleh-oleh khas yang banyak dicari di Wonogiri. “Ketika Orde Baru berakhir pada 1998, UPP mete ini juga tidak lagi berfungsi. Akibatnya, tanaman mete tidak lagi diperhatikan betul. Tapi usaha pengolahan mete terus berjalan, bahkan sampai sekarang,” ujar dia.

Data Dispertan dan Pangan Wonogiri mencatat populasi tanaman jambu mete pada 2022 sebanyak 20.744 pohon dengan luas tanam mencapai 20.841 hektare (ha). Parno menyebut jumlah itu masih yang terbanyak di Jawa.

Tantangan Mete dari Luar Daerah

Parno menyampaikan komoditas kacang mete kemudian menciptakan industri. Mulai dari produksi dari petani, perajin skala rumahan, hingga penjual. Saat itu kacang mete diproduksi sekadar untuk camilan, varian olahannya pun sangat terbatas. Kacang mete hanya digoreng atau dipanggang.

Salah satu pelaku usaha industri mete di Kecamatan Jatisrono, Wonogiri, Siswanto, 58, mengatakan warga Wonogiri bergelut dengan kacang mete hingga menjadi oleh-oleh khas sudah sejak dulu. Hal itu telah berlangsung turun temurun dari orang tua. Siswanto pun mengaku menjadi pengepul komoditas ini karena melanjutkan usaha orang tua.

“Sejak saya kecil, orang tua sudah main [usaha] mete ini. Saya sendiri sudah generasi kedua. Pokoknya waktu Orde Baru itu sudah ramai,” kata Siswanto di rumahnya, Senin.

Namun demikian, Siswanto menyayangkan saat ini hasil budidaya kacang mete asli Wonogiri kalah dengan kacang mete dari luar Wonogiri, seperti Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Bahkan mete yang diproduksi dan beredar di Wonogiri saat ini mayoritas didatangkan dari luar Wonogiri.

mete oleh-oleh khas wonogiri
Penjual oleh-oleh khas Wonogiri, Andy Subagyo, menunjukkan produk olahan mete di tokonya, Jatisrono, Wonogiri, Senin (10/4/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Produktivitas mete di Wonogiri, menurut Siswanto, tidak sebagus mete dari luar. Dua tahun terakhir ini saja, mete asli Wonogiri mengalami gagal panen karena sering terjadi hujan. Padahal, secara kualitas rasa, mete Wonogiri lebih baik karena ada rasa manis di dalamnya.

Eksperimen dan Inovasi

“Industri tetap berjalan. Banyak orang yang tetap mengolah mete, menjual, memasarkan, dari sini,” ucapnya. Dia mengutarakan saat ini orang sudah mulai menjual mete sebagai oleh-oleh khas Wonogiri tidak sekadar dalam bentuk kering atau goreng saja, melainkan sudah diolah menjadi produk kemasan dan turunannya.

Penjual mete dan olahan variannya di Kecamatan Jatisrono, Andy Subagyo, membenarkan tidak hanya menjual mete goreng. Sudah beberapa tahun belakangna ini, ia juga menjual mete yang diproses menggunakan oven. Belum banyak penjual lain yang melakukan itu.

Alhasil, produk metenya banyak digandrungi orang. Pembeli metenya banyak dari kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Untuk mete kering oven, Andy bisa menjual hingga 3 ton/bulan dengan harga mulai dari Rp110.000/kg-150.000/kg bergantung ukuran biji mete atau kondisi mete.

Sementara mete yang sudah diolah, menurut Andy, saat ini ada sekitar 40 varian. Mulai dari rasa original, cokelat, stroberi, hingga mete ting-ting. Eksperimen dan inovasi olahan mete sebagai oleh-oleh khas Wonogiri itu sudah dilakoni sejak delapan tahun silam.

“Kalau enggak begini, orang pasti bosan. Dulu memang cuma satu varian, yang original saja. Kami mengikuti perkembangan,” kata Andy.



Meski memiliki toko olahan mete yang cukup besar dan cukup ramai di Jatisrono, Andy juga memasarkan produk metenya di media sosial atau lokapasar (marketplace).

Harga mete olahan yang sudah dikemas itu bermacam-macam mulai dari Rp20.000/kemasan hingga ratusan ribu rupiah bergantung dengan rasa dan besar-kecil kemasan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya