SOLOPOS.COM - Ilustrasi pelemparan benda keras. (Google image)

Solopos.com, KOTAGEDE -- Ulah kenakalan remaja kembali menelan terjadi di Kota Jogja. Seorang remaja bernama Kevin Satrio Wicaksono, 16, mengalami rahang patah, bibir sobek, mata lebam dan pipi bengkak setelah terkena lemparan batu. Pelakunya diduga sesama pelajar berinisial KAP, 16, yang sekolah di SMK di Jogja.

Dia disebut melempar batu yang telah ia siapkan dengan motif balas dndam. KAP mengira korban merupakan pelaku yang pernah melempar dia dan rombongannya dulu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kapolsek Kotagede, Kota Jogja, Kompol Dwi Tavianto, menjelaskan peristiwa itu terjadi pada Rabu (14/4/2021) sekira pukul 06.15 WIB di sekitar Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) Permata Bunda, Jl. Ngeksigondo, Kalurahan Prenggan, Kemantren Kotagede. Saat itu korban bersama sejumlah rekannya jalan-jalan selepas salat Subuh. Mereka mengendarai tujuh sepeda motor.

Sesampainya di depan RSKIA Permata Bunda, rombongan korban berpapasan dengan rombongan pelaku yang mengendarai 10 kendaraan. Tiba-tiba salah satu rombongan pelaku melemparkan potongan batako ke arah Kevin hingga mengenai kepala dan wajah. Seketika korban rubuh dan terjatuh dari sepeda motor.

Baca Juga: Pernah Dihukum, Seorang Pemuda Purworejo Ditangkap Lagi Curi Motor

"Setelah terjatuh korban bersama temannya yang lain langsung lari karena rombongan pelaku berhenti dan menghampiri korban," ujar Dwi, Senin (19/4).

Rombongan pelaku, kata Dwi, juga mengambil kunci kontak sepeda motor yang ditinggalkan Kevin. "Rombongan korban sempat ada yang mengejar namun tidak ketemu," katanya.

Akibat insiden itu, Kevin dilarikan ke RS PKU Muhamadiyah Kotagede untuk mendapat perawatan medis. Karena luka parah yang dialaminya, korban kemudian dirujuk ke RS Harjolukito untuk perawatan lebih lanjut. “Pengakuan pelaku, dia yang sengaja melempar batu ke arah korban. Dia sengaja melempar karena melihat ada gerombolan anak remaja dan melempar batu secara spontan,” ungkap Kapolsek.

Perang Lempar Batu

Panit Reskrim Polsek Kotagede, Iptu Mardiyanto, menerangkan pelaku mengakui sebelum melakukan pelemparan batu, dia dan rombongannya sempat terlibat perang lempar batu dengan rombongan lain di daerah JEC. Insiden itu juga berlanjut ke daerah Gedongkuning.

"Pelaku mengira kalau rombongan korban ini merupakan rombongan yang sama. Jadi dia spontan saja melempar," kata dia.

Baca Juga: Bupati Bantul Tegur DPPKBPMD untuk Kooperatif dalam Penyelidikan Kasus Dugaan Korupsi

Polisi memproses kasus tersebut menjadi tindak pidana penganiayaan hingga menyebabkan orang terluka. Adapun pasal yang ditetapkan adalah Pasal 351 ayat (2) KUHP dan UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak  Pasal 80 ayat 2 dengan ancaman maksimal lima tahun penjara.

"Pelaku tak ditahan karena tidak memenuhi ancaman penjara 7 tahun dan masih di bawah umur, tapi proses hukum tetap berlanjut," ujarnya.

KAP diserahkan kembali kepada orang tua dan diminta bertanggung jawab melakukan pendampingan. Jika pelaku pernah melakukan perbuatan serupa atau melakukan klitih, polisi bisa menjerat terduga pelaku dengan UU lain.

"Jadi kami hanya mengikuti aturan perundang-undangan yang ada. Hukum dan keputusannya seperti itu, saya juga sudah konsultasi ke Polresta dan Polda dan imbauannya ya demikian. Proses tetap lanjut, tapi tidak ditahan. Berkas perkaranya tetap maju. Nanti kalau sudah lengkap akan kami limpahkan ke pengadilan dan hasilnya tetap di sidang," terang Mardiyanto.

Baca Juga: Braaakk! 2 Truk Molen Kecelakaan di Jalan Raya Karangpandan – Ngargoyoso

Orang tua Tidak Terima

Insiden ini sempat menyedot perhatian khalayak karena orang tua korban memposting keluhan mereka di laman Facebook. Orang tua korban sempat menyesalkan bahwa terduga pelaku tidak ditahan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Jogja juga sempat diseret berkaitan dengan peristiwa ini.

Ketua KPAID Kota Jogja, Silvy Dewajani, mengatakan kasus hukum yang melibatkan anak di bawah umur tidak bisa diproses seperti tindak pidana orang dewasa. "Demikian pula untuk terduga pelaku, kita lakukan proses hukum sesuai dengan UU Perlindungan Anak Pasal 59 dan 64, dimana anak tetap menjalani hukuman namun juga tetap harus terjamin pemenuhan hak-haknya," jelasnya.

Dia menjelaskan, dalam sistem peradilan pidana anak (SPPA) dikenal adanya diversi. Ini merupakan salah satu pendekatan restoratif agar anak tetap dapat menjalani penyembuhan, pembelajaran moral dan lain sebagainya. Namun, diversi tetap ada batasannya, yaitu hanya dilaksanakan dalam hal tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Baca Juga: Sejumlah wali Murid SD di Bantul Mengadukan Dugaan Pungli PIP ke DPRD

"Dan itu diversi berbeda dengan dibebaskan tapi ini bentuk pengalihan proses hukuman. Maka kemudian prosesnya harus memegang prinsip ada pembelajaran dan pendidikan moral agar tidak terjadi lagi," jelasnya. (Yosef Leon)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya