SOLOPOS.COM - Jumpa pers Zaenal Maarif setelah sidang disertasi di Aula Moh Djazman, UMS, Sabtu (25/1/2014). (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Masih ingat Zaenal Ma’arif? Mantan politisi Partai Bintang Reformasi dan Partai Demokrat yang juga pernah menjadi Wakil Ketua DPR periode 2004-2009 itu kini sudah menjadi doktor. Dia menjadi doktor ilmu hukum pertama dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Kali ini, Zaenal kembali mengkritik Presiden SBY dalam sidang disertasinya.

Zaenal Ma’arif berhasil mempertahankan disertasi berjudul Politik dan Peradilan, Sikap dan Tanggapan Kekuasaan Eksekutif Terhadap Putusan Pengadilan di Bidang Politik di hadapan sembilan dewan penguji di Auditorium Moh. Djazman UMS, Sabtu (25/1/2014).

Promosi UMKM Binaan BRI Ini Jadi Kuliner Rekomendasi bagi Pemudik di Pekalongan

Pria kelahiran Solo, 14 September 1955, ini mengkritik struktur lembaga-lembaga negara yang terlampau gemuk. Sementara banyak lembaga-lembaga tersebut banyak yang tidak berfungsi. Dicontohkan, pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) banyak dibentuk lembaga-lembaga ad hoc yang tidak jelas tugas dan fungsinya.

“Lembaga-lembaga negara yang tidak ada fungsinya dihapus saja. Lembaga yang tidak berdasarkan undang-undang hapuskan saja. Apa fungsinya? Presiden harus mengurangi lembaga-lembaga ad hoc,” kata Zaenal.

Dicontohkan, adanya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sementara ini tanpa fungsi dalam upaya menyelesaikan persoalan bangsa. Selama ia menjadi wakil ketua DPR, DPD hanya menyusun laporan namun tak dapat ikut serta dalam membuat putusan. Karena tugas DPD hanya mengajukan usulan tetapi bukan membuat putusan. “DPD hanya dapat berpendapat, membuat usulan, bukan memutuskan. Kalau lembaga seperti ini tak berfungsi dibubarkan saja,” pungkasnya.

Zaenal melihat banyak kasus putusan pengadilan khususnya putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) di bidang politik diabaikan atau tidak dilaksanakan oleh kekuasaan eksekutif.  Ia mencontohkan sejumlah keputusan terkait pemilu maupun kinerja pemerintah. Sikap dan tanggapan kekuasaan eksekutif dalam mengabaikan hukum, menghindari putusan pengadilan atau pelanggaran hukum, lanjutnya, memiliki pola. Sikap kekuasaan eksekutif itu dikarenakan faktor budaya politik.

“Kekuasaam kehakiman selain memiliki ketergantungan struktural dengan kekuasaan eksekutif juga mempunyai keterkaitan kultural. Budaya politik kekuasaan eksekutif mempengaruhi budaya hukum yang berlaku di kekuasaaan kehakiman,” tandasnya.

Sejumlah kasus yang dijadikan obyek penelitian Zaenal ditemukan pola sikap dan tanggapan kekuasaan eksekutif terhadap putusan pengadilan di bidang politik yakni pola pengabaian hukum dan pola penghindaran putusan. Menurutnya, pola pengabaian hukum terlihat pada putusan pengadilan  yang mempunyai karakter keputusan politik tentang pemilu, tercermin pada putusan MA No.15P/HUM/2009, putusan MA No.18 P/HUM/2009, putusan MK No.110-111-112-113/PUU-VII/2009, putusan MA No.437 K/TUN/2004, dan putusan MA No.18 P/HUM/2001.

Sementara pola  penghindaran putusan pengadilan atau pelanggaran hukum terlihat pada putusan pengadilan yang mempunyai karakter keputusan politik tentang kinerja pemerintah tercermin pada putusan MK No.79/PUU-IX/2001. Terkait budaya politik yang memengaruhi budaya hukum, dia menyebut budaya politik apatis menjadi penyebab pola pengabaian hukum. Sementara  budaya politik mobilisasi menjadi penyebab pola penghindaran putusan pengadilan ataupun pelanggaran hukum.

“Walaupun sistem pemerintahan dan sistem politik berubah, akan tetapi budaya politiknya tidak berubah, maka budaya hukum dan produk hukum yang dilahirkannya juga tidak berubah,” tandasnya.

Dewan penguji terdiri atas Bambang Setiaji, Muhammad Dai, Khudzaifah Dimyati, Arief Hidayat, Marsudi Triatmodjo, dan Absori.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya