SOLOPOS.COM - Direktur Perencanaan, Pengembangan, dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan Mahlil Ruby menyampaikan prakiraan badan yang mengalami potensi defisit.(Bisnis/Pernita Hestin Untari)

Solopos.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyiapkan mitigasi agar tidak kembali defisit pada 2024 mendatang.

Bayang-bayang defisit tercipta setelah pemerintah memutuskan menaikkan tarif yang harus dibayar badan kepada rumah sakit dalam INA CBGs dan kapitasi kepada klinik dan puskesmas terhitung awal 2023.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Direktur Perencanaan, Pengembangan, dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan Mahlil Ruby melihat bahwa grafik iuran semakin menurun pada 2022. Menurutnya apabila terus menurun maka prediksinya 2024 akan terjadi defisit.

“Prediksinya 2024 akan menyilang kembali, akan terjadi persilangan kembali antara cost [biaya] per member dan premi per member.

Jadi kalau ini terjadi persilangan ini akan terjadi defisit pada saat iuran tahun berjalan,” katanya.

Diketahui, berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp19,41 triliun pada 2019. Pemerintah bahkan menyuntikkan bantuan keuangan senilai Rp10,29 triliun sehingga posisi gagal bayar menyusut menjadi Rp9,1 triliun.

Kemudian, defisit arus kas BPJS Kesehatan berakhir dengan catatan surplus Rp18,7 triliun pada 2020. Penyesuaian iuran menjadi faktor utama penyebab surplus. Keuangan BPJS Kesehatan semakin membaik pada 2022.

Di sisi lain, tarif kapitasi yang harus dibayarkan BPJS diketahui naik pada 2023. Aturan tersebut telah ditandatangani oleh Menkes Budi Gunadi pada 6 Januari kemarin dan disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 9 Januari.

Dalam aturan, tarif kapitasi dapat dinaikkan dari semula di Puskesmas Rp6.000 per peserta per bulan menjadi Rp9.000 atau melonjak 50 persen. Sedangkan tarif paling rendah di Puskesmas, naik dari Rp3.000 menjadi Rp3.600 atau naik 20 persen.

Mahlil Ruby mengatakan pihaknya akan melakukan pengendalian sebagai upaya menangkal defisit yang mungkin terjadi.

Menurutnya, pemerintah telah berkomitmen tidak menaikkan iuran meski menaikkan tarif INA CBGs dan kapitasi yang harus dibayar BPJS Kesejahatan.

”Iuran [dari peserta] tidak naik dan tarif [INA CBGs serta kapitasi yang harus dibayar] naik, maka BPJS Kesehatan akan mengendalikan biaya untuk FKRTL [Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan/rumah sakit] agar tidak kelebihan pemanfaatannya [over utilisasi] dan fraud,” kata Mahlil kepada Bisnis, Senin (31/1/2023).

Tidak hanya itu, BPJS Kesehatan juga berharap adanya peningkatan layanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Terlebih tarif kapitasi saat ini sudah naik berdasarkan Peraturan Menkes (Permenkes) Nomor 3 Tahun 2023. Hal tersebut untuk mengurangi rujukan ke Rumah Sakit (RS) yang meningkatkan biaya manfaat.

“Peningkatan pelayanan di FKTP sehingga peserta tidak sampai dirujuk atau komplikasi,” tuturnya. Sebelumnya, Mahlil juga menjelaskan faktor yang dapat menyebabkan BPJS defisit pada 2024. Kondisi tersebut dapat terjadi apabila tarif yang dibayarkan BPJS Kesehatan naik, sementara iuran turun. Dia mengatakan iuran turun dapat terjadi karena beberapa hal.

“Kalau pun turun [iuran] karena peserta tidak aktif atau tertunggak iuran, peserta PHK, perusahaan tutup, pemerintah tidak bayar lagi iuran peserta PBI [Penerima Bantuan Iuran] pada saat cleansing,” katanya.

Mahlil menyebutkan bahwa keadaan tersebut dapat saja turun ataupun naik. Namun, dia melihat bahwa menurut data ril ada terjadi penurunan pada 2022. Hal tersebut lantaran peserta PBI dikurangi 14 juta jiwa pada akhir 2021. Ini yang membuatnya melihat apabila kondisi tersebut terus terjadi maka akan defisit.

“Yang kurangi adalah Kemensos [Kementerian Sosial] dengan alasan pemadanan data karena ada NIK [Nomor Induk Kependudukan] enggak sesuai dan ada yang meninggal,” ungkap Mahlil.

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan pihaknya tidak khawatir akan kenaikan tarif tersebut. Termasuk bayang-bayang defisit yang sebelumnya pernah dialami BPJS Kesehatan pada 2019.

“Kami telah perhitungkan tentu dengan diskusi dan simulasi yang panjang, sehingga masih dalam skenario kami,” kata Ali saat dihubungi Bisnis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya