SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Angka jam belum menunjukkan pukul sembilan malam, angkringan Pakdhe Harjo sudah tidak lagi berjubel pembeli. Hanya ada tiga orang yang setia nongkrong di bangku angkringan itu sejak satu jam sebelumnya.

Suto asyik mengaduk-aduk kopi susunya, Toni, mahasiswa salah satu perguruan tinggi, asal dari luar Jawa menikmati nasi kucingnya. “Pakdhe aku digawekke teh jae ya,” pinta Noyo yang dari tadi hanya klepas klepus mengisap rokok.

Promosi Komeng Tak Perlu Koming, 5,3 Juta Suara sudah di Tangan

“Siyaap den, sudah dari tadi ditunggu-tunggu mau pesan apa je,” canda Pakdhe Harjo. Noyo hanya nyengir saja.

“Mas Suto, ini menarik lo berita hari ini, Gubernur dipilih… Opo yo sesuk ki ana pilihan gubernur,” kata Pakdhe membuka pembicaraan setelah melayani Noyo.

“Hmmm, yo ngono kuwi mestine…,” jawab Suto tampak ogah-ogahan. “Lha wingi iki kan ngotot-ngototan sing pemilihan opo penetapan, saiki jare dirembug ono penetapan ning demokratis, mbingungi tenan iki,” sahut Noyo.

“Lha kok bingung ngopo, nek kon pemilihan ya ayo pada milih. Nek penetapan ya sumangga wae,” jawab Suto seenaknya. Tampaknya ia belum interest dengan pembicaraan soal gubernur itu. Noyo dan Pakdhe Harjo memandang saja Suto yang duduk agak mojok itu, menunggu komentar yang lebih hot dari Suto. Ia tampak memperbaiki posisi duduknya, kaki kanannya diangkat ke kursi.

 “Sebenarnya kenapa sih susah-susah soal gubernur di Jogja ini. Kan sudah dibahas sejak dulu, ngapain gak selesai-selesai ya,” timpal Toni, yang sudah mulai lancar berbahasa jawa.

“Sakjane kuwi kan politik sing awake dewe sing ra ngerti njaba njeronne dadi melu bingung. Politik memang koyo ngono kuwi isuk dele awan tempe,” kata Pakdhe Harjo.

“Hmmm… nek digawe bingung ya bingung, nek meh ra bingung, ya nunggu wae kapan dadi tempene,” kata Suto masih agak sinis. Tapi ia kemudian berbicara panjang juga. “Nek menurutku sih, nek memang ada kompromi kuwi apik. Persis kayak semangat budaya kita musyawarah untuk mencapai mufakat. Rasah menang-menangan, rumangsa paling bener, ning ra ono hasilnya,” kata Suto.

“Lha kan wong Jogja pengin penetapan kan Mas, gubernurnya ya Sultan,” kata Toni.
 
“Lho kalau dibaca benar-benar, usulannya kan tidak menutup kemungkinan yang dipilih DPRD itu Sultan lagi, dan bisa langsung ditetapkan. Jadi kembali lagi, kompromi itu kan kayak proses tawar-menawar. Kayak Pakdhe mau beli sayur sawi, kan afdalnya kalau bisa menawar. Ini juga untuk menggoalkan RUUK kenapa gak ada tawar-menawar,” ujar Suto.

Suto menyeruput lagi wedangnya. “Nek dilihat, kan masing-masing keinginannya terpenuhi. Yang pemerintah minta ada prosedur pemilihan, meski mungkin ra nganggo coblosan, biar ada unsure demokratisnya. Sing DPR njaluk penetapan, ya ada, karena hasil rembukan di DPRD itu langsung ditetapkan sebagai gubernur,” urainya.

“Aku dengar-dengar juga, kompromi ini sudah mendekati kesepakatan bulat.Makanya kita tunggu saja hasilnya gimana,” sambung Suto.

“Lho dadi ora ono pemilihan ya, ora nyoblos koyo pemilu kae,” tanya Noyo. “Begitu tampaknya. Hanya usulan dari anggota DPRD wae. Nek ndadak coblosan ya aku males,” timpal Suto.

“Lha ngopo males Mas,” tanya Noyo, Toni dan Pakdhe Harjo, nyaris berbarengan.

“Lha nyoblos pas pemilu hasile pemimpinne do ora jozz kabeh. Omonganne ra iso dicekel kabeh, jare antikorupsi, kok ya iso omong bubarke KPK maafkan koruptor.Nek ono sing judi remi nyewunan semangat le nggropyok, bareng korupsi ratusan miliaran, ra iso ngopo-ngopo,” jawab Suto.

Noyo, Toni dan Pakdhe Harjo ngekek mendengar kata-kata Suto. Tertawa tapi getir. “Wes ah aku balik sik, wes ngantuk. Pakdhe aku diitung sik ya, sesuk takrapel, nek metu rapelan gaji,” kata Suto sambil pamitan pulang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya