SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Isu-isu dalam debat ketiga Pilpres 2019 yang akan mempertemukan dua cawapres, Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno, berkaitan langsung dengan kepentingan publik seperti kesehatan, pendidikan, dan lapangan kerja.

Debat ketiga yang akan digelar di Jakarta, Minggu (17/3/2019), membahas lima tema yaitu pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial, dan budaya. Tema kesehatan yang akan menjadi sorotan adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang saat ini dijalankan BPJS Kesehatan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

”JKN perlu diperhatikan untuk dibenahi, mulai dari regulasinya, ketersediaan dananya dan lain-lain, supaya tidak defisit terus, pelayanan jadi baik,” kata Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Mohammad Faqih, Selasa (12/3/2019).

Dia mengatakan JKN merupakan program yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Namun, perlu banyak penyempurnaan dalam penerapannya. IDI ingin capres-cawapres tidak hanya sekadar menyelesaikan masalah defisit BPJS Kesehatan, melainkan yang memiliki perhatian untuk memperbaiki program jaminan sosial lebih baik ke depannya.

Mantan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menilai capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf lebih siap dalam program kesehatan dibanding capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Nafsiah melihat Jokowi-Ma’ruf lebih jelas dan berpengalaman dalam perhitungan BPJS Kesehatan. Dia membandingkan dengan pasangan Prabowo-Sandi yang menurutnya keliru soal analisis data, salah satunya soal primary health care.

Cawapres Sandiaga Uno akan membahas BPJS Kesehatan dalam debat ketiga Pilpres 2019. Sandiaga menyebut ada pihak yang seharusnya tidak mendapat pelayanan BPJS Kesehatan, tapi justru diberi pelayanan.

”Maka banyak sekali keluhan masyarakat menengah ke bawah, karena mereka tidak mendapatkan layanan yang sepatutnya. Sedangkan banyak sekali orang mampu selayaknya tidak mendapatkan itu, itu tidak menghadirkan rasa keadilan,” jelas dia.

Cawapres Ma’ruf Amin mengatakan dirinya siap meng-counter isu-isu soal kesehatan di panggung debat. ”Kita melihatnya harus overall, banyak manfaatnya dan yang masih ada masalah, tapi yang dirasakan banyak manfaatnya. Tentu kita permasalahannya dibenahi tapi manfaatnya besar,” ujar dia.

Isu Pendidikan

Di bidang pendidikan, hal yang menjadi perhatian adalah akses pendidikan dan kualitas pendidikan. Pemerhati pendidikan Indra Charismiadji mengatakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) selama ini belum menaikkan Angka Partisipasi Murni (APM) siswa. Rata-rata kenaikan APM SD, SMP dan SMA, hanya di bawah satu persen.

Kenaikan APM sejak 2014 hanya 0,77 persen untuk SD, SMP untuk 0,87 persen dan 0,92 persen untuk SMA/SMK. ”Ini merupakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan kata lain Program Indonesia Pintar (PIP), tidak berdampak pada APM siswa,” jelas dia, Rabu (13/3/2019).

Dia pun menilai KIP Kuliah yang diwacanakan capres-cawapres nomor urut 01 tidak diperlukan. Sebab, untuk perguruan tinggi sudah ada program Bidikmisi untuk membantu masyarakat mendapatkan layanan pendidikan tinggi. Beasiswa Bidikmisi diprioritaskan untuk anak berprestasi dari keluarga ekonomi menengah bawah.

Sandi mengatakan isu krusial yang akan diangkat saat debat adalam kesejahteraan guru dan OK OCE. ”Nanti di sesi ketenagakerjaan juga kita akan sampaikan program OK OCE ini sudah bisa di-pilot project-kan di tingkat nasional dan sudah beberapa kabupaten/kota maupun provinsi yang mengadopsi pendekatan mirip gerakan OK OCE kita. Dan kita harapkan tereplikasi terus nanti,” kata dia.

Sedangkan dari calon petahana akan mengandalkan program Kartu Pra-Kerja. Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Erick Thohir, menantang Prabowo-Sandiaga membeberkan prestasi dari program OK OCE.

”Jualan OK OCE itu kan positif tetapi jangan meniru yang Pra-Kerja. Ini kan hal-hal yang saya rasa rakyat dibingungkan programnya yang mana. Kasihan paslon 02 kalau nanti dinilai oleh rakyat tidak punya program kerja. Nah ini yang kita jaga, yang kita konsisten, di mana? Ayo kasihan rakyat. Ini program Pak Jokowi udah ada,” sambung Erick.

Sedangkan untuk isu sosial atau kemiskinan, pemerhati kebijakan publik dari Universitas Indonesia Teguh Dartanto mengatakan program generik kurang efektif karena menghadapi kerak kemiskinan. Kerak kemiskinan yang dimaksud Teguh adalah angka kemiskinan di bawah 10 persen.

Saat ini angka kemiskinan di Indonesia di bawah 10% yaitu 9,66% sehingga diperlukan kebijakan yang lebih spesifik dan mengadopsi kondisi lokal. ”Di level nasional sudah cukup banyak program. Program-program kemiskinan di level lokal dan daerah yang perlu di dorong,” tambah dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya