SOLOPOS.COM - Diksusi bertemakan Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan (Instagram/@clsfhugm).

Solopos.com, JAKARTA -- Istana Kepresidenan membantah pemerintah mendukung teror terhadap panitia dan narasumber diskusi CLS FH UGM. Diskusi bertajuk Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan itu akhirnya batal.

Selain dibatalkan, muncul teror dan ancaman pembunuhan kepada panitia dan narasumber diskusi Constitutional Law Society Fakultas Hukum UGM itu. Menanggapi teror itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian menilai diskusi tersebut adalah kegiatan akademik biasa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

New Normal, SMPN 1 Jogonalan Klaten Berlakukan Ganjil-Genap

Selain itu, katanya, diskusi itu bentuk kebebasan berekspresi. "Diskusi itu kegiatan akademi biasa jadi saya kira kebebasan berekspresi akademik perlu dihargai dan diberikan ekspresi," ujar Donny saat dihubungi Suara.com, Selasa (2/6/2020).

Ekspedisi Mudik 2024

Donny kemudian meminta kepolisian segera mengusut kasus teror dan ancaman pembunuhan kepada panitia dan narasumber diskusi CLS FH UGM. Dia mengatakan pemerintah tidak mendukung teror terhadap kebebasan berekspresi.

Hasil Autopsi Pastikan George Floyd Mati karena Dibunuh

"Pemerintah tidak mendukung ya cara-cara teror dalam membungkam kebebasan berekspresi warganya. Jadi kalau memang betul ada teror, ya mesti diusut sama polisi siapa yang meneror apa motivasinya harus dibuka secara terang-benderang," ucap dia.

Donny meminta agar peristiwa tersebut tidak dianggap menghambat kebebasan berekspresi. Sebab kata dia, pemerintah tidak menghambat kebebasan berekspresi, termasuk mendukung teror terhadap kegiatan diskusi CLS FH UGM tersebut.

Gedung Putih Dikepung Demonstrasi, Donald Trump Ancam Kerahkan Militer

"Jadi jangan kemudian mengatakan kebebasan berekspresi dihambat. Siapa yang menghambat? Tidak ada yang menghambat," katanya.

Kronologi Teror

Sebelumnya, Presiden CLS FH UGM, Aditya Halimawan, menjelaskan kronologi teror dan pembatalan kegiatan diskusi itu. Semula diskusi berjudul Persoalan Pemecatan Presiden di tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan.

Menurutnya, diskusi tersebut didasarkan pada dinamika yang terjadi di masyarakat mengenai munculnya wacana pemberhentian Presiden. Ini karena muncul anggapan Presiden gagal menangani Covid-19.

Alih-Alih New Normal, Kasus Positif Covid-19 di Salatiga Tambah Lagi

"CLS FH UGM berinisiatif untuk mengadakan kegiatan diskusi ini untuk membahas dari perspektif hukum tata negara. Mengenai mekanisme pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden. Serta berusaha untuk meluruskan persepsi publik mengenai pemberhentian presiden dalam sistem ketatanegaraan Indonesia."

Pernyataan itu ditulis Aditya dalam rilis yang diterima Harian Jogja, Sabtu (30/5/2020), untuk menjelaskan teror terhadap diskusi CLS FH UGM. Aditya mengatakan hal-hal tersebut tertulis secara konstitusional dalam Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 24C UUD RI Tahun 1945.

Ratusan Kasus, Klaster-Klaster Baru Covid-19 Bermunculan di Semarang

"Maka dari itu, kami menghadirkan akademisi yang ahli di bidangnya. Dengan harapan dapat memberikan gambaran dan pemahaman kepada masyarakat luas. Serta meluruskan persepsi publik mengenai pemberhentian Presiden dalam sistem ketatanegaraan Indonesia," tambahnya.

Pada 27 Mei 2020 lalu, poster diskusi dirilis di akun Instagram @clsfhugm kemudian yang mendaftar hampir mencapai 300 orang. Para peserta ini kemudian diundang ke dalam dua grup Whatsapp CLS FH UGM, sebelum teror muncul terhadap panitia diskusi.

Unicef Peringatkan Risiko Pembukaan Sekolah Era New Normal Indonesia

Kejanggalan

Namun, ada kejanggalan lantaran anggota yang masuk ke dalam dua grup tersebut menjadi lebih dari 400 orang. Kemudian, pada 28 Mei 2020, muncul opini yang dikeluarkan oleh Bagas Pujilaksono pada media daring yang mengandung narasi negatif. Padahal penulis tanpa melakukan konfirmasi secara langsung kepada CLS FH UGM.

"CLS kemudian mengganti judul diskusi agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Yang sejak awal sudah membuat narasi negatif terkait judul kegiatan diskusi tersebut tanpa melakukan konfirnasi secara langsung kepada CLS," lanjutnya.

Bank Dunia Prediksi Ada 9,6 Juta Orang Miskin Baru di Indonesia

Teror mulai muncul pada 29 Mei 2020, saat kontak Whatsapp narahubung diskusi CLS FH UGM diretas. Bahkan mengeluarkan semua anggota grup serta mengirimkan pesan singkat yang menginformasikan pembatalan diskusi. Padahal informasi pembatalan tersebut tidak benar.

"Terhadap kejadian yang semakin tidak kondusif, sekitar pukul 10.00 WIB CLS menghubungi narasumber dan berdiskusi mengenai penyelenggaraan diskusi. Dan sepakat bahwa acara dibatalkan," tulis Aditya.



Angka Rt Covid-19 di Bawah 1, Jateng Belum Berminat Normal Baru

Setelah itu, akun Instagram CLS FH UGM dan Presiden CLS diretas hingga Instagram Story mengenai pembatalan acara tersebut hilang. Bahkan, beberapa orang tua mahasiswa FH UGM mendapat pesan berisi ancaman mengatasnamakan ormas Muhammadiyah Klaten dan Polres Sleman. Bahkan, akun Gojek dari moderator diskusi tersebut diretas dan seolah melakukan pemesanan Go-Food dan Go-Car.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya