SOLOPOS.COM - Petani di Desa Tunggur, Slogohimo, Wonogiri, Damin, menyemprotkan pupuk ke tanaman padi di sawahnya, Rabu (1/2/2023). Harga gabah saat ini sedang tinggi-tingginya di Wonogiri. (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Badan Pusat Statistik (BPS) Wonogiri mencatat sektor pertanian memberikan kontribusi tertinggi dalam struktur ekonomi khusus produk domestik regional bruto (PDRB) di Wonogiri yaitu 29,10% pada 2022 dibandingkan sektor lain.

Tetapi pada waktu yang sama, berdasarkan sektor pekerjaan, pertanian juga menjadi salah satu penyumbang tertinggi angka kemiskinan di Wonogiri, yaitu mencapai 29,95%. Sebagai informasi pada 2022 persentase penduduk miskin di Wonogiri tercatat sebesar 10,99%.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dengan kata lain, masih ada 105.190 penduduk miskin di Wonogiri. Penduduk miskin merupakan penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Sedangkan garis kemiskinan di Wonogiri pada 2022 senilai Rp376.763/kapita/bulan atau sekitar Rp12.500/kapita/hari. Penduduk dengan pengeluaran di bawah Rp12.500/kapita/hari berarti masuk kategori penduduk miskin.

Berdasarkan hal tersebut, hampir sepertiga atau 31.504 penduduk dari 105.190 penduduk miskin di Wonogiri bekerja di sektor pertanian. Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, menilai angka kemiskinan di sektor pertanian yang dikeluarkan BPS Wonogiri itu kurang valid.

Menurut dia, penduduk Wonogiri yang bekerja di sektor pertanian kecil kemungkinan hanya mengandalkan sektor ini. Banyak di antaranya mereka bekerja di sektor pertanian hanya ketika musim tanam atau masa panen. 

Mayoritas penduduk yang bekerja di sektor pertanian memiliki pekerjaan lain di sektor lain seperti sektor konstruksi sebagai tukang bangunan, berdagang, atau lainnya. Hal itu karena sektor pertanian ini tidak bisa banyak untuk menghidupi keluarga. 

BPS Diminta Objektif

Menurut Bupati, pendapatan penduduk yang bekerja di sektor pertanian, khususnya buruh tani rata-rata senilai Rp600.000/bulan di Wonogiri. Tidak mungkin uang senilai itu untuk menghidupi keluarga. Maka secara naluriah mereka mencari pekerjaan lain.

Sementara BPS tidak menghitung aktivitas ekonomi lain yang dilakukan penduduk yang bekerja di sektor pertanian tersebut. Dia menilai hal itu tidak rasional.

“Cara menghitung BPS yang kami kritisi. Semisal buruh tani pendapatannya segitu [rendah], apakah setelah selesai tanam dia tidak bekerja? Setelah itu dia pasti punya kegiatan lain. BPS kan menghitungnya [pekerjaan]  buruh tani saja. Begitu buruh tani itu selesai, kegiatan [ekonomi] lain tidak dihitung. Mohon dicermati. Harus objektif,” kata Joko Sutopo saat diwawancarai Solopos.com, beberapa waktu lalu

Kepala BPS Wonogiri, Rahmad Iswanto, kepada Solopos.com pada Kamis (1/6/2023), mengungkapkan metode penghitungan BPS sudah sesuai standar ilmiah. Pada kenyataannya, penduduk Wonogiri yang bekerja di sektor pertanian memang banyak yang tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar atau masih di bawah garis kemiskinan.

Dengan kata lain pengeluaran mereka tidak sampai Rp376.763/orang/bulan atau Rp12.558/orang/bulan. Dia menjelaskan penduduk yang bekerja di sektor pertanian meliputi petani, buruh tani, dan usaha lainnya yang masih lingkup pertanian seperti peternak, pembudidaya atau buruh budidaya.

Buruh-buruh tani itulah yang cukup banyak menyumbang angka kemiskinan. Rahmad menyebut tidak banyak buruh tani yang memiliki aktivitas lain selain di sektor pertanian. Mereka tidak banyak yang memiliki pilihan pekerjaan karena keterbatasan kemampuan atau keterampilan.

Tingkat Pendidikan

Hal itu sangat mungkin karena tingkat pendidikan para buruh tani masih rendah, yaitu hanya lulusan SD-SMP atau bahkan tidak sekolah. Berdasarkan pendidikan, mayoritas penduduk miskin di Wonogiri berijazah SD/SMP atau tidak lulus SD sebesar 82,55%. Sementara penduduk miskin yang berijazah SMA atau lebih atas sebanyak 17,46%. 

“Perlu diingat, kemiskinan itu berkaitan erat dengan tingkat pendidikan. Polanya, yang berpendidikan rendah lebih berpotensi besar menjadi penduduk miskin. Karena mereka tidak memiliki posisi tawar di banyak pekerjaan,” kata Rahmad.

Rahmad menerangkan karakteristik penduduk miskin memiliki anggota keluarga lebih banyak dibandingkan mereka yang tidak miskin. Konsep banyak anak banyak rezeki, ketidaktahuan manajemen keluarga, dan terbatasnya akses informasi keluarga berencana menjadi beberapa penyebabnya.

Dengan begitu, mereka semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan dasar. “Kenapa sektor pertanian Wonogiri kok menyumbang persensente kemiskinan banyak? Karena pembaginya juga banyak, penduduk yang bekerja di Wonogiri, 46% itu bekerja sektor pertanian,” jelas dia.

Ihwal sektor pertanian juga menyumbang 29,10% produk domestik regional bruto (PDRB) di Wonogiri pada 2022, hal itu karena sektor pertanian masih mendominasi aktivitas ekonomi di Wonogiri.

Kendati demikian, sektor ini tidak banyak bertumbuh dibandingkan sektor lain. Pada 2022 pertumbuhan ekonomi sektor pertanian hanya 3,72%. Sementara industri pengolahan dan transportasi masing-masing sebesar 4,22% dan 50,48%.

Sebagai informasi, kontribusi sektor pertanian ke PDRB Wonogiri yang mencapai 29,10% pada 2022 jauh melebihi sumbangan sektor lain. Sektor tersebut yakni industri menyumbang 18,08%, perdagangan 16,15%, konstruksi 7,37%, transportasi 6,66%, dan sektor lain 22,64%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya