SOLOPOS.COM - Ilustrasi, petani garam. (detik.com)

Solopos.com, JAKARTA -- Susi Pudjiastuti saat masih menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan pernah menyatakan Indonesia harus swasembada garam paad 2015. Namun, seruan itu ternyata sulit direalisasikan oleh Indonesia yang notabene negara maritim. Hingga saat ini, Indonesia masih terus mengimpor garam.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (15/3/2021), realisasi impor garam Indonesia sepanjang 2020 mencapai 2,61 juta ton dengan nilai mencapai US$94,55 juta. Secara volume kebutuhan itu meningkat dibanding realisasi impor pada 2019.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pada 2019, secara volume impor garam Indonesia mencapai 2,59 juta ton dengan nilai US$95,52 juta. Pada 2018 adalah yang tertinggi yakni mencapai 2,84 juta ton atau senilai dengan US$90,65 juta.

Sepanjang Januari-Februari 2021 ini saja, Indonesia tercatat masih melakukan impor garam dengan volume mencapai 80.200 ton atau setara dengan US$2,61 juta. Realisasi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan realisasi impor Januari-Februari 2020 yang mencapai 123.760 ton.

Baca juga: Berapa Batasan Konsumsi Garam, Gula dan Lemak Harian yang Ideal?

Negara langganan Indonesia untuk impor garam adalah Australia, Tiongkok, India, Thailand, dan Selandia Baru.

Putuskan Tetap Impor

Sepertinya Indonesia tidak akan bisa bebas impor garam dalam waktu dekat. Karena pemerintah untuk tahun ini saja telah memutuskan kembali impor garam. Hal itu sesuai hasil rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

"Impor garam sudah diputuskan melalui rapat Menko," kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono.

Untuk kuotanya, Trenggono mengatakan pemerintah saat ini masih menunggu data terkait kebutuhan garam di Indonesia. "Nanti misalnya kekurangannya berapa, itu baru bisa diimpor. Kami menunggu itu, karena itu sudah masuk dalam Undang-undang Cipta Kerja," katanya.

Baca juga: Cerita Warga Paranggupito Wonogiri Bikin Garam dari Air Laut Selatan di Masa Lalu

Jika melihat dari potensi garis pantai sepanjang 95.181 kilometer dan menjadi yang terpanjang kedua di dunia, Indonesia bisa swasembada garam jika mau. Namun selama ini dianggap terhalang oleh aturan pemerintah sendiri.

"Petambak garam mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahkan produksi untuk keperluan industri. Fakta yang terjadi adalah petambak garam nasional dikalahkan oleh kebijakan pemerintahnya sendiri," kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim.

Kebijakan Era Susi

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pada periode masa kepemimpinan Susi Pudjiastuti menargetkan akhir 2015 tidak ada lagi impor garam untuk berbagai jenis.

Baca juga: Garam Palsu Beredar di Wonogiri, Ini Ciri-Cirinya

"Akhir 2015 harus swasembada garam, harus berhenti impor," tegas Susi di Gedung Mina Bahari III, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, 5 Januari 2015.

Terkait impor garam, kala itu Susi mengatakan pihak KKP telah bertemu dengan pihak Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terkait tindak lanjut roadmap garam nasional. Hasilnya menurut Susi Kemendag akan menutup rapat-rapat impor garam (konsumsi dan industri) pada 2017.

"Garam sudah ada meeting bersama. Target Kemendag tahun 2017 karena masih ada industri yang butuh garam impor. Saya dalam hati tidak rela, saya ingin 2015," paparnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Oktober 2020 mengatakan industri selalu memenuhi kebutuhannya dengan impor. Salah satu alasannya produksi garam nasional terbilang masih rendah.

Baca juga: Tak Layak Dikonsumsi, Garam Palsu Beredar di Wonogiri

"Dari dulu gitu gitu terus dan nggak pernah ada penyelesaian. Sebagai contoh dari kebutuhan garam nasional di tahun 2020 sebanyak 4 juta ton per tahun dan produksi garam nasional kita baru mencapai 2 juta ton. Akibatnya alokasi garam untuk kebutuhan industri masih tinggi yaitu 2,9 juta ton," tuturnya saat membuka rapat terbatas, 5 Oktober 2020.

Kendala

Jokowi juga mengungkapkan, menurut data yang dia miliki per 22 September 2020 masih ada 738.000 ton garam rakyat yang tidak terserap oleh industri dalam negeri.

Menurutnya ada 2 permasalahan yang harus segera diselesaikan. Pertama masih rendahnya kualitas garam lokal. Jokowi minta agar teknologi produksi garam rakyat ditingkatkan.

"Artinya penggunaan inovasi teknologi produksi terutama washing plant harus betul-betul kita kerjakan. Sehingga pasca produksi itu betul-betul bisa memberikan ketersediaan, terutama dalam gudang penyimpanan," ucapnya.

Baca juga: Garam Bisa untuk Menghilangkan Jerawat dengan Cepat, Kamu Percaya?



Kedua, produksi garam rakyat yang masih rendah. Untuk menyelesaikan masalah itu dia minta jajarannya untuk memperhatikan ketersediaan lahan produksi. Caranya dengan melakukan ekstensifikasi lahan garam rakyat yang ada di 10 provinsi produsen garam. "Ini harus betul-betul diintegrasikan, harus ada integrasi dan ada ekstensifikasi," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya