SOLOPOS.COM - Panitia menunjukkan buklet Nyanyian Akar Rumput yang dibagikan kepada penonton sebelum masuk Bioskop XXI Solo Grand Mall (SGM), Kamis (16/1/2020). (Solopos/Ika Yuniati)

Solopos.com, SOLO – Film dokumenter sampai saat ini belum banyak mendapat tempat di bioskop Tanah Air. Tapi dukungan untuk mereka harus terus digalakkan.

Agar tak hanya berkibar di layar-layar festival. Lebih dari itu, cerita karya dokumenter selalu lebih jujur. Memberikan fakta-fakta menarik yang layak diperbincangkan.

Promosi Piala Dunia 2026 dan Memori Indah Hindia Belanda

Berdasarkan penelusuran Solopos.con, beberapa film dokumenter pernah mewarnai layar bioskop Indonesia. Sebut saja Student Movement karya Tino Saroenggalo pada 2002, The Jack (2007) karya Andi Bachtiar Yusuf, Pertaruhan (2008) karya Nia Dinata, Yang Ketujuh (2014) milik Dandi Laksono, dan Banda (2017) besutan Jay Subiakto. Nasib mereka hampir sama, turun layar dengan jumlah penonton yang tak seberapa.

Ekspedisi Mudik 2024

Kini, film dokumenter tentang kehidupan Wiji Thukul yang meraih Piala Citra 2018, Nyanyian Akar Rumput, sedang tayang di bioskop Tanah Air. Tetapi, jumlah penontonnya pun masih kalah dengan film drama lain.

Mahasiswa Solo yang baru saja melihat Nyanyian Akar Rumput, Salsabila Putri, menilai film dokumenter sebagai karya yang berbobot dan layak diapresiasi. Di tengah kisah-kisah fiksi dengan beragam genre, suguhan fakta dalam dokumenter menjadi alternatif yang cukup menarik.

Penonton diajak mendiskusikan isu-isu besar dari fakta-fakta alamiah yang ditangkap sang sutradara. Sayangnya, film dokumenter justru kurang diminati.

Dokumentasi perjalanan hidup Wiji Thukul dalam Nyanyian Akar Rumput misalnya, menyuguhkan fakta yang ironis. Pengambilan gambar dilakukan pada 2014.

Saat itu keluarga Wiji masih punya harapan besar terhadap calon Presiden Joko Widodo. Sosok yang sangat dekat dengan keluarga Wiji Thukul itu dianggap memberikan angin segar tentang kabar sang kepala rumah tangga.

Meskipun pada akhirnya sampai sekarang kasus hilangnya Wiji Thukul bersama para aktivis 1998 masih belum ada kejelasan. Putri sulung Wiji, Fitri Nganti Wani, bahkan mengaku pasrah. Ia tak lagi percaya pada pemerintah yang dianggap hanya memanfaatkan dan berulang kali memberi harapan palsu.

“Saya pun juga pasrah sih Mbak. Melihat pemerintah sekarang, rasanya pesimis itu diselesaikan,” curhat Salsabila.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya