SOLOPOS.COM - Rifki Setiawan Lubis Dua warga memperbaiki jaring ikan di perkampungan nelayan Sembulang, Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Minggu (17/9/2023). Sejak dua pekan terakhir nelayan di pulau tersebut tidak melaut dampak dari rencana relokasi warga untuk proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City Pulau Rempang. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/YU

Solopos.com, BATAM — Kampung tua Pasir Panjang di Pulau Rempang merupakan salah satu kampung, yang warganya akan direlokasi. 

Pasalnya wilayah tersebut telah ditetapkan sebagai area pembangunan pabrik kaca milik Xinyi Group dengan nilai investasi Rp175 triliun. 

Promosi Tumbuh Pesat, Agen BRILink Catatkan Transaksi Rp370 Triliun di Kuartal I-2024

Saat kunjungan Kepala BP Batam, Muhammad Rudi ke Pasir Panjang, Jumat (22/9/2023), warga kampung yang merupakan bagian dari Keluarga Besar Adat Melayu Tempatan menyatakan dengan tegas menolak rencana relokasi. 

Rudi duduk bersama warga di Masjid Nurus Sabil, Pasir Panjang. Perwakilan warga, Riska membacakan sejumlah pernyataan sikap di hadapan orang nomor satu Batam tersebut. 

“Kami ini mendukung pembangunan investasi yang berkelanjutan, khususnya di kampung kami Pulau Rempang dan Galang,” katanya, dilansir Bisnis.com

Menurut Riska, rencana pemerintah yang ingin menggusur warga dinilai sangat terburu-buru. Dia meminta BP Batam untuk kembali meninjau ulang rencana proyek investasi jumbo tersebut. 

“Sejengkal kami tak mau pindah dari tanah tumpah darah nenek leluhur kami. Apapun bentuknya, apapun istilahnya tanpa syarat,” tegasnya. 

Dia juga menuntut penerbitan sertifikat atas lahan yang mereka miliki di Pasir Panjang. Pasalnya pengurusannya sangat sulit dilakukan sendiri oleh warga. 

“Kami juga meminta agar segera membubarkan tim terpadu BP Batam serta aparat di lapangan, karena meninggalkan trauma mendalam di keluarga kami. Kami juga meminta segera membebaskan warga Rempang yang ditahan akibat aksi unjuk rasa 11 September 2023 kemarin,” paparnya. 

Selain Riska, ada juga warga yang sudah mendaftar relokasi, namun tidak puas dengan klausul ganti rugi dari BP Batam. 

“Saya sudah daftar pertama. Rumah kami ditaksir seharga Rp300 juta-an, tapi setelah pengukuran selesai, hasilnya tidak sesuai harapan. Mungkin beda pengukuran dan penghitungan awal,” kata Azan, warga Pasir Panjang. 

Sementara, Diana mengatakan dia sudah mendaftar untuk direlokasi, namun lahannya berada di hutan produksi konvensi (HPK), sehingga tidak bisa diberi ganti rugi. 

“Jadi tolongk lahan yang di HPK dipertimbangkan, karena setiap tahun kami panen durian setiap tahun di situ untuk kebutuhan hidup,” ungkapnya. 

Sementara, Rudi memilih tidak banyak berkomentar. “Apa yang sudah kita rapatkan ini akan kita bahas lebih lanjut lagi, eshingga tidak perlu ada miskomunikasi,” katanya. 

Dia juga menyatakan bahwa wewenangnya sangat terbatas. Misalnya soal lahan di HPK, dan yang di pinggir pantai. 

“Kalau tadi ada yang bilang lahan di pantai tidak diukur, itu bukan kewenangan kita, tetapi pantai itu kewenangan lembaga lain. Kalau soal HPK itu saya ambil keputusan, maka berisiko bagi saya,” ujarnya. 

Satu-satunya hal yang dijanjikannya kepada warga mengenai kegiatan sekolah. “Untuk sekolah, saya jamin 100 persen diterima di Batam. Jangan khawatir, kalau ada yang tidak beres, silakan hubungi saya,” pungkasnya.

 

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Investasi Pabrik Kaca Xinyi di Rempang, Warga Pasir Panjang Tolak Direlokasi”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya