SOLOPOS.COM - Ilustrasi investasi. (IJIBI/Solopos/Istimewa)

Investasi Jatim mestinya didahului analisis risiko bencana.

Madiunpos.com, SURABAYA –  Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan sejumlah komunitas pemerhati lingkungan menilai izin investasi industri perlu diperketat dengan adanya kewajiban melakukan analisis risiko bencana industri mengingat dampaknya bisa merugikan banyak orang seperti halnya kasus bencana lumpur Lapindo.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Inspektur Utama BNPB Bintang Susmanto mengatakan selama ini banyak industri yang kurang memperhatikan analisis dampak bencana, akibatnya baru menanggulangi setelah kejadian. Selama ini yang dicantumkan dalam pendirian sebuah pabrik hanyalah penyertaan analisis dampak lingkungan (Amdal) yang bersifat formalitas.

“Analisis bencana harus ada, fungsi pemerintah pusat, daerah dan kabupaten juga harus jalan. Sejauh ini syarat analisis risiko bencana belum masuk dalam aturan amdal dan UU No.24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana,” jelasnya di sela-sela Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas XI, di Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, Selasa (25/8/2015).

Bintang menambahkan, saat ini BNPB sedang merumuskan kembali bentuk aturan analisis risiko bencana industri tersebut dengan melibatkan berbagai pihak masyarakat komunitas lingkungan serta akademisi. “Draft tentang analisis risiko bencana itu sedang dirumuskan seperti apa bentuknya, apakah dipisahkan dengan amdal atau berdiri sendiri karena untuk mengubah undang-undang itu sangat lama,” katanya.

Namun menurutnya, analisis risiko bencana tersebut sebaiknya menjadi satu dengan revisi amdal agar nantinya tidak mempersulit adanya investasi industri ke depan. Kepala Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Amien Widodo mengatakan sejak 2010 ITS sudah ditunjuk untuk membuat draft analisis risiko bencana industri, hanya saja pemantapan draft tersebut terhenti hingga saat ini.

“Saat masih diskusi antar lembaga untuk penyempurnaan draftnya, ternyata macet sehingga analisis risiko bencana belum bisa dijalankan. Draftnya sudah jadi, dan sekarang kami menunggu eksekusi dari pemerintah bagaimana,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Konservasi dan Pemulihan Lingkungan BLH Jatim, Wiwik Esti Komandari, mengakui selama ini kegiatan usaha industri di Jatim cukup hanya menyertakan izin lingkungan. “Sejauh ini hanya sebatas analisis risiko pada skala tertentu misalnya tidak memberikan izin pendirian usaha pada wilayah yang memang rawan bencana, tapi ke depan memang harus lebih ketat lagi,” katanya.

Herwati, salah seorang warga Sidoarjo yang mewakili konferensi nasional PRBBK berharap pemerintah tidak mementingkan keuntungan pribadi dalam setiap memberikan izin investasi, tetapi harus memandang dampaknya terhadap masyarakat.

“Pemerintah harus belajar dari kasus Lapindo seperti yang saya alami, dan bencana akibat tambang di Kalimantan. Pemerintah harus bikin undang-undang yang mengayomi orang kecil akibat tambang, kalau memang harus ada tambang tolong benar-benar diberi aturan yang melindungi kami,” ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya