SOLOPOS.COM - Kawula muda dan kepala desa (kades) di Taskombang, Kecamatan Manisrenggo, Klaten, berpose bersama di kantor desa setempat, Kamis (28/10/2021). (Istimewa)

Solopos.com, KLATEN—Kawula muda di Taskombang, Kecamatan Manisrenggo, Klaten, memanfaatkan momentum peringatan Hari Sumpah Pemuda dengan menggelar kajian budaya di desa setempat, Kamis (28/10/2021). Melalui kajian budaya tersebut, kawula muda bersama-sama pemerintah desa (pemdes) ingin menggali identitas dan khasanah budaya di Taskombang hingga dapat dibukukan, difilmkan atau pun diteaterkan di waktu mendatang.

Kawula muda di Taskombang telah membentuk Sanggar Seni Budaya Taskombang Mandiri (Sedyatama). Sanggar yang diketuai Abimanyu P. Perdana tersebut dikukuhkan di malam peringatan Sumpah Pemuda 2021, yakni Rabu (27/10/2021). Setelah dikukuhkan, Sedyatama langsung menggelar kajian budaya di balai desa Taskombang, Kamis (28/10/2021).

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Di forum tersebut, kawula muda, pamong desa, dan elemen desa lainnya berkumpul guna membahas identitas desa dari pendekatan seni dan budaya. Tak tanggung-tanggung, pembicaraan identitas desa itu menghadirkan para pakar di bidangnya.

Baca Juga: Percepat Digitalisasi, Tawangsari Boyolali Punya 1.400 Pengguna QRIS

Hal itu seperti Yusril (sastrawan Surabaya), Ahmad Anwar (budayawan dan akademisi yang sedang menempuh magister seni di Institut Seni Indonesia/ISI Solo), Agra Abdul Rahman (filmaker dan aktor teater asal Surabaya).

Kajian budaya dilakukan menyusul kondisi di Desa Taskombang dinilai kaya dengan budaya yang terpendam. Melalui kajian tersebut, diharapkan dapat menemukan identitas desa dari aspek budaya.

“Sejarah di Taskombang ini sangat panjang. Sampai sekarang enggak ada yang tahu kapan hari jadi Taskombang. Hasil dari kajian budaya ini dapat menjadi babad Taskombang dan tarian original dari Taskombang, yakni Tari Getas Kumbang. Struktur kebudayaan di Taskombang ini sangat banyak, seperti batu besar, pohon asam besar, dan lainnya [bisa menjadi bahan dalam menyusun babad Taskombang dan seni tari Getas Kumbang]. Pohon asam itu dulu dikenal wingit. Sering ada penampakan kakek-kakek atau pun perempuan,” kata Ketua Sanggar Seni Budaya Taskombang Mandiri (Sedyatama), Abimanyu P., Perdana, saat ditemui wartawan di desa setempat, Kamis (28/10/2021).

Baca Juga: Jadi Desa Digital, Tawangsari Pertama Gunakan QRIS di Boyolali

Kepala Desa (Kades) Taskombang, Kecamatan Manisrenggo, Aris Sumarno, mengapresiasi gagasan kawula muda di desanya yang ingin menggali sejarah budaya dan sejarah seni di Taskombang.

“Babad Taskombang ini bisa diwujudkan dalam pewayangan, tarian, atau yang lain. Sesuai historis-nya, Taskombang ini tak lepas dari sosok Mbah Getas yang membuka lahan di tahun 829 masehi. Mbah Getas itu bernama Arya Suruh. Mbah Getas punya hewan macan kumbang berwarna hitam dan putih. Itu semua akan dikaji lebih lanjut [termasuk membikin tarian khas Taskombang],” katanya.

Ketua RT 017 di RW 006 Desa Taskombang, Parjo, 63, mengatakan di daerahnya terdapat pohon asam berukuran raksasa di wilayahnya yang sudah berusia 200 tahun. Selain berdiameter lebih dari tiga meter, konon pohon asam itu pernah tumbang namun tiba-tiba bisa berdiri lagi dengan sendirinya.

Baca Juga: Desa Tawangsari Boyolali Deklarasikan Diri sebagai Desa Digital

Tinggi pohon sekitar 25 meter. Hal itu menjadi salah satu potensi di Taskombang. “Pohon asam di sini termasuk paling tua di Taskombang,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya