SOLOPOS.COM - Sertu Muchammad Mashyudi, saat mengajar di Pondok Pesantren Nurul Jannah An-Nahdliyyah itu berlokasi di rumahnya, Perumahan Sendang Siwani RT 002/RW 008, Desa Singodutan, Kecamatan Selogiri, Wonogiri. (Istimewa)

Solopos.com, WONOGIRI — Seorang anggota TNI Angkatan Darat asal Wonogiri, Sertu Muchammad Mashyudi, memiliki kesibukan sebagai pengasuh pondok pesantren selain menjalankan tugas negaranya sebagai prajurit.

Pondok Pesantren Putra dan Putri Nurul Jannah An-Nahdliyyah itu berlokasi di rumahnya, Perumahan Sendang Siwani RT 002/RW 008, Desa Singodutan, Kecamatan Selogiri, Wonogiri. Saat ini Mashyudi bertugas sebagai Babinsa di Koramil 10 Wuryantoro, Kodim 0728 Wonogiri.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ponpes yang dia dirikan sejak Februari 2017 itu saat menampung 30 santri putra dan 29 santri putri. “Dari jumlah itu yang bermukim atau tidur di pondok hanya sepuluh orang satri laki-laki. Sisanya pulang ke rumah, istilahnya santri kalong,” kata dia kepada wartawan, Jumat (8/1/2021).

Viral Adegan Stuntman Sinetron Ikatan Cinta RCTI Nyaris Diserempet Mobil

Ekspedisi Mudik 2024

Memiliki pondok pesantren, kata dia, merupakan impiannya sejak lama. Mashyudi berangan-angan memiliki ponpes sejak ia masih di Batalyon, sekitar 1991-1995.

“Angan-angan saya dulu keluar dari pasukan atau pensiun, bagaimana caranya bisa punya ponpes. Ponpes bisa digunakan untuk syiar keagamaan. Agar anak-anak dan generasi bangsa bisa mempunyai akhlakul karimah,” ungkap dia.

Mashyudi mengatakan pendirian ponpes itu berawal dari bisnis jual beli tanah dan biro jasa pengadaan tenaga security yang disalurkan ke pabrik-pabrik.

“Awalnya saya bikin omah ngaji. Dari untung jual beli tanah saya kumpulkan demi sedikit, hingga akhirnya pendapatan yang saya peroleh diluar anggota TNI berhasil digunakan untuk membangun ponpes,” ujarnya.

Penginapan

Dia menuturkan santri yang belajar di ponpesnya itu gratis atau tidak dipungut biaya. Selain itu, mereka mendapat fasilitas penginapan. Para santri berasal dari Wonogiri Kota, Kecamatan Purwantoro, Demak dan lain-lain.

Di Ponpes itu, lanjut dia, para santri diberi ajaran ilmu agama dan mengaji Al-Qur’an. Untuk mengajar para santri, ia dibantu oleh beberapa ustaz, salah satunya merupakan alumni Ponpes Tremas, Pacitan, Jatim. “Anak saya kebetulan juga mondok di Ponorogo dan kuliah di IAIN. Kadang ia juga membantu mengajar,” kata dia.

Mashyudi menyatakan pengajar atau ustaz di pondoknya dibayar menggunakan dana pribadinya. Sebelum pandemi digaji Rp2 juta setiap bulan. Saat pandemi Covid-19, mereka digaji Rp1,5 juta setiap bulan.

Dua Hari Terakhir Merapi Puluhan Kali Muntahkan Lava Pijar, Status Masih Siaga

“Untuk santri itu belajar dan makannya gratis. Kalau ada yang sedekah ke ponpes saya terima. Kalau tidak ada, saya juga tidak njagakne. Saya bikin ponpes itu matematikanya Gusti Allah, bukan matematika saya,” kata dia.

Sementara itu, Mashyudi sendiri memiliki pengalaman sembilan tahun mondok. “Enam tahun saya nyantri di Madrasah Juremi, Demak. Kemudian saya melanjutkan mondok di Ponpes Nurul Huda Mangkang Wetan, Semarang Barat, selama tiga tahun,” kata Mashyudi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya