SOLOPOS.COM - Bangunan di Pelem Golek (JIBI/Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

Salah satu bangunan di Pelem Golek (JIBI/Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

Dari jalan raya, Pondok Makan Pelem Golek tampak bangunan limasan biasa. Setelah masuk, bagaikan rumah sendiri dengan halaman belakang luas penuh taman nan sejuk. Konsep rumahan klasik Jawa begitu menonjol, tanpa merombak kontur tanah sebenarnya.

Promosi Mimpi Prestasi Piala Asia, Lebih dari Gol Salto Widodo C Putra

Seperti namanya, tumbuh pohon mangga di halaman depan Pondok Makan Pelem Golek. Rumah makan ini berlokasi di Jalan Tentara Pelajar KM 7, tepatnya di depan Hotel Hyatt Regency.

Sebelumnya, rumah makan yang didirikan 2006 ini bertempat di Jalan Kaliurang KM 6,5. Mengingat tempat terbatas, pemiliknya Thomas Agus Soegiarto memindahnya pada Mei 2008 di Jalan Tentara Pelajar. “Di sini cukup luas untuk mengembangkan bangunan,” katanya, saat ditemui belum lama ini.

Agus, demikian ia akrab disapa, sejak pertama memang menginginkan rumah makannya berkonsep klasik jawa. Maka tak heran jika di tanah seluas 2.500 meter persegi itu dibangun joglo limasan berukuran 10×15 meter, dengan ketinggian 10 meter. Terdapat 16 tiang berdiameter 25 cm sebagai penyangga masing-masing setinggi lima meter dari kayu gelugu atau kelapa gelondongan.

Di joglo ini, ditata meja kursi yang bahannya pun dari kayu sehingga nuansa klasik kian terasa. Khusus ruangan ini, biasanya dimanfaatkan untuk makan siang para tamu bersama kliennya.

Berbeda dengan rangka atap konvensional, joglo ini menggunakan atap rangka baja pryda yang tidak memerlukan elemen gording dan kaso. Reng diletakkan langsung di atas kuda-kuda. Dengan konsep ini, joglo tampak lapang tanpa harus disangga tiang-tiang di bagian tengahnya. Tidak perlu eternit dan tidak semrawut.

Namun, kata lelaki berusia 62 tahun ini, karena memakai pryda bukan baja, maka ia memilih penutup joglo jenis asbes supaya tidak terlalu berat. “Genting itu berat, saya pilih asbes yang bentuknya genting dicat sama persis dengan genting, bebannya tidak terlalu berat,” jelasnya.

 Lesehan

Di sebelah kiri joglo dibangun seperti emper dengan masih menggunakan konsep gaya jawa, berbahan kayu gelugu. Emper ini diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin bersantai menikmati menu dan suasana dengan duduk lesehan. Duduk pun adem karena lantai terbuat dari papan kayu yang dijejer.

“Kayu gelugu selain kuat, tidak mudah keropos. Jatuhnya memang lebih mahal daripada bambu. Tapi kesannya berbeda. Empat tahun di sini, kami belum pernah mengalami masalah dengan tiang gelugu.”

Bangunan di Pelem Golek (JIBI/Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

Masih di areal yang sama dengan joglo dan lesehan, terdapat gazebo dan dua saung. Di sana, pengunjung bisa makan sambil mengobrol yang sifatnya lebih pribadi. Di samping joglo, Agus menempatkan dapur 4×4 meter. Pengunjung bisa menyaksikan proses pembakaran ikan lewat dinding akrilik bening layaknya kaca.

Di atasnya, dipasang cerobong asap menghadap ke selatan. Asap yang keluar mengikuti arah angin dari barat ke timur atau alam bebas sehingga tidak jadi polusi. Sambil menunggu pesanan, pengunjung bisa membaca kandungan gizi ikan pada papan-papan kayu yang ditempelkan di sekeliling atap joglo. “Karena semua ruang terbuka, maka biaya perawatannya agak mahal. Setahun sekali, harus dilakukan pengecetan ulang dan pelapisan anti rayap.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya