SOLOPOS.COM - Sidik Purnomo menunjukkan gerabah produksinya di rumah produksi Pringgading RT 1 Guwosari Pajangan Bantul, Rabu (28/2/2018). (Nina Atmasari/JIBI/Harian Jogja)

Produk gerabah di pasar tradisional atau sentra gerabah biasanya dijual dengan harga murah

Harianjogja.com, BANTUL- Produk gerabah di pasar tradisional atau sentra gerabah biasanya dijual dengan harga murah. Hal ini karena proses pembuatannya yang masih tradisional dan bentuk produk yang sederhana.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun, hal itu tidak belaku bagi produk gerabah buatan Sidik Purnomo. Mahasiswa Jurusan Keramik Institut Seni Indonesia (ISI) ini membuat produk gerabah yang berbeda dari kebanyakan. Tidak hanya bentuk yang beda, ia memproses gerabah dengan caranya sendiri dan melapisi dengan glasir yang dirancangnya sendiri.

Hasilnya, produk table ware yang unik. Ada cangkir dengan berbagai tulisan, mangkok dan piring dengan bentuk tidak biasa. “Bentuk juga bisa disesuaikan dengan keinginan pembeli dengan memesan,” katanya, saat ditemui Harianjogja.com di rumah produksinya, Pringgading RT 1 Guwosari Pajangan Bantul, belum lama ini.

Ketertarikan Sidik untuk mengembangkan produk gerabah berawal dari kesehariannya melihat produk gerabah tradisional di tempat asalnya, Trucuk Klaten. Kawasan tersebut memiliki potensi tanah liat sehingga berkembang menjadi kawasan industri rumahan gerabah.

Namun, produk yang dibuat di kawasan tersebut masih tradisional, berupa alat rumah tangga. Harganya pun murah, yakni tak sampai Rp10.000 per produk. Dari sana, muncullah idenya untuk membuat produk gerabah yang bisa bernilai jual tinggi.

Bukan hal yang mudah dan cepat mewujudkannya. Ia memulai belajar dengan masuk ke SMK N 1 Rota Bayat jurusan kriya keramik. Setelah lulus, Sidik memperdalam ilmu dan pengetahuan tentang gerabah dengan mengikuti pelatihan di Jepang selama satu tahun. Di sebuah desa gerabah keramik kawasan Sigaraki, ia belajar memproduksi gerabah secara terorganisasi.

Pulang ke tanah air, pemuda kelahiran 9 Juni 1994 ini melanjutkan belajar di ISI. Sambil kuliah, ia menerapkan ilmu yang diperolehnya dengan memproduksi aneka produk dari keramik berupa alat rumah tangga dan alat makan.

Sidik berinovasi sejak mulai membentuk tanah liat menjadi barang gerabah. Ia mengeksplorasi tekstur dengan sentuhan tangan sehingga menghasilkan bentuk yang terkesan handmade. Keunikan dilanjutkan saat pembakaran produk. Ia menerapkan sistem reduksi, yakni mengurangi oksigen dan memperbesar api sehingga menghasilkan produk berwarna gelap.

Hasilnya, tentu saja berbeda dari kebanyakan keramik yang berwarna cerah. Warna itu diperkuat dengan glasir, atau lapisan permukaan yang menggunakan campuran warna lembut.

Produk-produknya dipromosikan dalam pameran. Setiap ada kesempatan baik di kampus maupun di luar kampus, ia ikuti. Hasilnya, pesanan berdatangan. Kebanyakan pemesan adalah orang yang memang menginginkan produk table ware unik untuk digunakan di rumahnya. Selain itu, ada pula pesanan dari pemilik kafe. Kini, dalam sebulan, Sidik bisa menerima pesanan minimal 30 pieces table ware.

Harga yang dipatoknya tidak murah. Satu buah alat makan seperti cangkir dan mangkuk, ia hargai mulai Rp30.000. Harga ini jauh di atas harga gerabah biasa yang dijual di lingkungan asalnya.

Atas inovasinya ini, Sidik berhasil memenangkan Creative Youth Competition yang diselenggarakan UNESCO Jakarta. Ia masuk pemenang dalam 10 wirausahawan muda dari DIY, mengalahkan 125 peserta. Sebagai penghargaan, 10 pemuda tersebut mendapatkan pendampingan pengembangan usaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya