SOLOPOS.COM - Inovasi belajar gamelan bagi penyandang tunanetra, E-Gamatuna dikembangkan mahasiswa UGM (dok. Humas UGM)

Inovasi mahasiswa kali ini mengenai gamelan elektronik.

Harianjogja.com, SLEMAN – Keterbatasan fisik yang dialami para tunanetra selalu menjadi kendala utama bagi mereka untuk belajar alat musik gamelan. Berawal dari latar belakang itu lima mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) meciptakan sebuah alat tepat guna yang bisa membantu para tunanetra untuk belajar mengenal nada-nada dalam gamelan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Lima mahasiswa tersebut adalah Fadil Fajeri, Dinar Sakti Candra Ningrum, Muhammad Ali Irham, Sapnah Rahmawati dan Musfira Muslihat. Inovasi belajar gamelan bagi penyandang tunanetra tersebut diberi nama E-Gamatuna.

Koordinator kelompok Fadil Fajeri mengungkapkan, E-Gamatuna dirancang untuk gamelan balungan dengan tipe instrumen yaitu demung, saron dan peking. Pengembangan E-Gamatuna mengadopsi metode pelatihan gamelan dengan notasi kepatihan. Notasi kepatihan ini merupakan notasi angka dalam bahasa Jawa, yakni ji, ro, lu, pat, month, nem, pi.

“Dengan E-Gamatuna ini diharapkan para tunanetra bisa ikut berkonstribusi dalam mempromosikan budaya Indonesia,” ujar Fadil ketika memperlihatkan inovasi E-Gamatuna di Ruang Forakgama UGM, belum lama ini.

Hanya saja, hingga saat ini bentuk E-Gamatuna masih berwujud prototype. Rencananya inovasi itu akan dikembangkan lebih luas melalui program kreativitas mahasiswa bidang Karsa Cipta (PKM-KC) UGM 2017.

E-Gamatuna juga baru sebatas prototype alat musik gamelan berupa saron. Dua gamelan, demung dan peking masih talam tahap perencanaan.

“Jika demung dan pekingnya sudah jadi maka bisa dimainkan secara bersamaan sehingga menghasilkan irama gamelan yang komplit,” jelas Fadil.

Tapi untuk sementara ini baru wujud saron dulu yang bisa dimainkan. Konsep memainkan E-Gamatuna ini seperti halnya orang bermain alat musik piano. Jadi wujudnya bukan seperti saron yang dipukul dengan alat pemukul.

E-Gamatuna lebih menekankan fungsi software yang tertanam dalam sebuah komputer.
Cara kerjanya menggunakan sensor. Untuk memainkan alat ini, jemari pada kaum tunanetra dipakaikan alat yang terbuat dari bahan alumuinium foil. Bentuknya seperti cincin yang dipakaian di ujung jari sebagai alat pengetuk sensor yang dipasangkan di hardware nada.

Dari 10 jari, hanya tujuh yang dipakaiakan alumunium foil.  Empat alat di tangan kiri, dan tiga alat di tangan kanan. Itu sesuai dengan jumlah nada dalam musik gamelan, yakni tujuh. Seperti halnya alat musik saron, di tiap-tiap sensor nada mengasilkan bunyi yang berbeda. Dari sentuhan alumunium foil ini kemudian menghantarkan sebuah sensor ke software yang kemudian menghasilkan bunyi nada.

“Sensor ada dua bagian, yakni di bagian hardware yang diketuk dan ada mikro juga di komputer. Dari hantaran sensor itu kemudian yang meneruskan ke software sehingga terdengar bunyi sesuai ketukan nada,” jelas Fadil.

Butuh waktu tiga bulan bagi para mereka untuk menciptakan inovasi ini. Ke depan E-Gamatuna ini pun tidak terlampau mahal. Menurut Fadil, pembuatan prototype E-Gamatuna memang membutuhkan dana jutaan rupiah. Tapi setelah prototype jadi dan dikembangkan menjadi alat siap pakai, dana yang dibutuhkan hanya Rp500.000. Dengan dana cuma sebesar itu nantinya para tunanetra bisa memiliki alat untuk belajar gamelan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya