SOLOPOS.COM - Inventor asal Kabupaten Sragen, Dwys Apga Kartiyanto membawa inovasi baru dunia seni dan fashion dalam Lomba Kreativitas dan Inovasi (Krenova) 2022. Dwys membawa pasta kapur batik sebagai pengganti malam pada proses pembuatan batik (Solopos/Afifa Enggar Wulandari)

Solopos.com, SOLO — Inventor asal Kabupaten Sragen, Dwys Apga Kartiyanto membawa inovasi baru dunia seni dan fashion dalam Lomba Kreativitas dan Inovasi (Krenova) 2022.

Dwys merupakan mengajar mata pelajaran seni di SMP butuh terobosan baru dalam pengajaran. Penggunaan malam saat proses membatik kala itu dinilai berisiko saat digunakan oleh siswa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Risiko-risiko di antaranya tangan terkena malam panas, malam yang blobor atau tak rapi, malam pada kain tak recto verso atau tembus. Berangkat dari situ, ide menciptakan pengganti malam lahir. Belum lagi persiapan menggunakan malam begitu panjang. Perlu peralatan yang cukup banyak.

“Penemuan baru alternatif dengan proses pembuatan batik tulis. Biasanya batik tulis kan pakai malam, kita kasih alternatif menggunakan pasta,” kata Dwys saat diwawancara Solopos, Rabu (5/10/2022) di Solo Techno Park (STP).

Berdasarkan pantauan Solopos.com, kain batik yang menggunakan pasta kapur secara tampilan sama dengan kain batik menggunakan malam. Warna yang dihasilkan pun tembus depan dan belakang kain. Sama halnya dengan batik tulis pada umumnya.

Baca Juga: Bisa Terhindar dari Macet, Cek Jadwal KRL Commuterline Solo-Jogja Hari Ini

Pasta Kapur Batik (Pak Purba), temuan itu menjadi inovasi yang diharapkan mampu mengurangi risiko yang ada saat penggunaan malam. Bahan baku pasta kapur pun mudah di dapat. Dalam proses pembuatan pasta, kapur dilarutkan dengan cairan waterglass. Cara menerapkannya pun mudah dan praktis. pembatik tak perlu memanaskan pasta, sehingga tingkat keamanan lebih tinggi.

Pasta kapur dimasukkan ke botol canting atau Dwys menyebutnya dengan boting. Sebuah botol kecil dengan ujung menggunakan selang berdiameter sekitar 1 mm. Selang bisa disesuaikan dengan kebutuhan motif. Usai dimasukkan ke boting, pasta dicampur dengan pewarna. Warna yang dihasilkan pasta kapur pun netral, seperti malam.

Usai digambar, kain lalu dicuci. Berbeda dengan kain batik yang menggunakan malam, proses pencucian kain batik dengan pasta tidak perlu direbus. Kain cukup hanya dicuci menggunakan air biasa.

“Kalau malam itu banyak keluahannya. Entah proses yang rumit dan kalau kena malam saat membatik itu kan panas. Saat itu di kalangan perajin juga larinya ke batik printing, karena proses tulis kan panjang. Dari situ kami cari inovasi efektif praktis dan aman,” lanjutnya.

Baca Juga: Catat Tanggalnya! Perajin Sukoharjo bakal Gelar Pameran dan Pelatihan Patchwork

Dwys juga mengkalkulasi perbandingan produksi kain batik menggunakan malam dan pasta kapur. Ia mengatakan harga malam untuk membatik kurang lebih Rp45.000/kg. Sementara bila menggunakan pasta, harga kapur Rp35.000/kg.

Untuk membuat satu kain jarik dengan lebar sekitar dua meter, Dwys mengatakan butuh malam sekitar satu kg. Sementara untuk membatik satu kain jarik menggunakan pasta kapur, hanya dibutuhkan seperempat kg kapur. Artinya, membatik dengan pasta kapur bisa memangkas seperempat biaya produksi.

“Lebih mahal malam. Malam saat ini Rp45.000/kg, kalau kapur Rp35.000/kg. Untuk mbabar malamnya agak boros dalam satu kain jarik satu kg malam. Sedangkan pakai pasta dengan motif sama kurang lebih seperempat kg,” kata Dwys.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya