SOLOPOS.COM - Oei Tiong Ham. (Wikipedia)

Solopos.com, SEMARANG — Seorang pengusaha kelahiran Semarang, Jawa Tengah, disebut sebagai konglomerat alias orang terkaya se-Asia Tenggara pada masa kolonial Belanda. Pria kelahiran Semarang, 19 November 1866 itu keturunan perngusaha totok bernama Oei Tjie Sien yang berasal dari daerah Tong An, Fujian, China.

Pada awal abad ke-20, OTH menjadi orang terkaya di wilayah Asia Tenggara melalui usaha dagangnya yang bergerak di bidang industri gula. Bahkan di saat itu, dia dijuluki sebagai Sang Raja Gula dan diangkat sebagai abdi negara dengan gelar Luitenant der Chinezen di masa pemerintahan kolonial di Semarang dan memiliki pangkat Majoor hingga purna tugasnya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dia menjalankan usaha gula sejak berusia 15 tahun. Kala itu dia sengaja mempekerjakan orang-orang Belanda demi menanam kepercayaan pemerintah kolonial. Usaha gula OTH menuntut untuk dekat dengan pemerintah kolonial karena pemasaran dan alat-alat produksi yang dibutuhkan berasal dari Belanda.

Baca juga: Pengusaha Semarang Ini Orang Terkaya Se-Asia Tenggara

Dari segi finansial, bank-bank Belanda menjadi lebih mudah dalam memberikan pinjaman modal dan memberikan pelayanan yang semakin menguntungkan.  Pada 1890, OTH berhasil menjadi pemegang lisensi utama di Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk monopoli candu lewat lelang.

Dari monopoli candu tersebut, dia berhasil mendapat keuntungan sebesar 18 juta gulden. Namun pada praktiknya, hasil keuntungan ini dia dapat melalui penyelundupan.

Setelah masa jabatannya sebagai Majoor selesai, orang terkaya se-Asia Tenggara itu hijrah ke Singapura pada 1920. Pengusaha terkaya se-Asia Tenggara itu meninggal pada usia 57 tahun di Singapura.

Baca juga: Horok-horok, Kuliner Khas Jepara yang Lahir pada Masa Penjajahan

Berdasarkan informasi yang didapat dari salah satu putri OTH dan tercatat di laman pemerintahan Singapura tersebut, diduga kematian OTH karena diracuni. Jenazah OTH dibawah pulang ke Semarang untuk disemayamkan di makam dekat ayahnya.

Dari kesembilan putranya, hanya dua putranya yang menerima warisan sedangkan anak-anak lainnya tidak mendapat sepeserpun dari hartanya yang diestimasi bernilai 200 juta gulden.

Sementara itu, dilansir dari jurnal.untagsmg.ac.id, peninggalan OTH di Semarang banyak ditemukan di kawasan Kota Lama yang dulunya dibangun oleh Belanda dan OTH dulu dekat dengan kaum pemerintahan Hindia Belanda.

Baca juga: 5 Makanan Unik Khas Jawa Tengah, Namanya Bikin Geli

Dari hasil analisa penelitan, ada minimal lima buah bangunan yang pernah dipakai oleh OTH sebagai kantor dagang berbagai aktivitas bisnisnya dan bangunan bekas kantor OTH tersebut berada di Jalan Kepodang.

Bangunan pertama adalah restoran Pring Sewu yang diarsiteki oleh Liem Bwan Tjie dari Tiongkok dan saat itu dipergunakan sebagai kantor baru pengganti kantor Kian Gwan Concern yang lama dengan gaya bangunan percampuran kolonial dan Tiongkok di perempatan jalan Kepodang.

Baca juga: Apakah Semar dan Sabdo Palon Orang yang Sama?

Bangunan ke 2 adalah Hero Coffe, bangunan ke 3 adalah kantor RNI divisi farmasi yang masih diarsiteki oleh Liem Bwan Tjie yang dulunya dipergunakan sebagai kantor bisnis gula dengan nama Kian Gwan Concern lama dengan gaya bangunan Art Deco, bangunan ke 4 adalah Gedung kosong (Soesmans Kantoor) dan bangunan terakhir atau ke 5 adalah Gedung Monod Diephuis di ujung jalan Kepodang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya