SOLOPOS.COM - Subari tengah menjemur produk gerabah buatan sendiri. (Solopos.com/Ponco Wiyono)

Solopos.com, KENDALKampung Pekunden di Desa Weleri, Kecamatan Weleri, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, dikenal sebagai pusat kerajinan gerabah yang terbuat dari tanah. Saking identiknya, Pekunden sampai-sampai dikenal dengan Kampung Grabahan.

Kampung ini berlokasi di dekat jalur pantura Weleri. Para pelintas akan dengan mudah mendapati produk-produk gerabah dipajang di tepi jalan.

Promosi Selamat! 3 Agen BRILink Berprestasi Ini Dapat Hadiah Mobil dari BRI

Hampir setiap warga yang tinggal di tiga gang kampung tersebut menekuni kerajinan gerabah. Namun itu dulu, ketika industri gerabah berada di masa kejayaan yakni sebelum tahun 2000-an.

Kini, seiring dengan munculnya peralatan dapur modern, lambat laun perajin gerabah makin berkurang. Setidaknya hanya tinggal satu orang yang masih bertahan membuat gerabah.

Adalah Subari, lelaki berusia 70 tahun yang masih menekuni usaha membuat gerabah. Lelaki asli kampung Grabahan ini memilih setia menekuni kerajinan gerabah lantaran sebagian besar hidupnya sudah dilewati dengan berkecimpung di industri rumahan ini.

“Ini juga hanya sebagai pekerjaan sampingan. Sekarang saya sehari-hari jualan sandal dan perkakas dapur di pasar,” kata Subari, Minggu (26/3/2023).

Setiap hari begitu selesai berdagang di waktu sore, Subari langsung menyibukkan diri dengan tanah liat. Proses membuat layah atau tungku ia kerjakan dengan peralatan tradisional yang sudah bertahun-tahun membantunya berkarya.

Dulu, Subari mengandalkan gerabah sebagai sumber penghidupan. Sepanjang hari ia larut dalam pembuatan kerajinan tangan itu dengan alat tradisionalnya. Namun sekarang, alat tersebut hanya ia sentuh setelah pulang berjualan dari pasar.

Menurut Subari pekerjaan membuat gerabah tidak seperti dulu yang dijadikan sebagai pekerjaan utama.

“Pada zaman dulu, setiap pekan saya dan perajin lain selalu berproduksi atau melakukan pembakaran karena permintaan cukup banyak. Tidak hanya di Pasar Weleri, tetapi ke pasar-pasar di daerah Batang,” jelasnya.

Akan tetapi untuk saat ini, Subari hanya berproduksi satu bulan sekali untuk dikirim kepada seorang pedagang gerabah di Pasar Weleri. Secara keseluruhan, Subari hanya memproduksi sekitar 200 biji setiap bulan. Gerabah yang diproduksi terdiri atas berbagai jenis.

Beralihnya selera pasar ke perkakas modern membuat industri gerabah perlahan-lahan hilang ditelan waktu. Hal itu ditambah lagi menurunnya minat generasi muda terjun ke seni kriya gerabah yang memang membutuhkan ketekunan.

“Proses pembuatannya terlalu rumit dan harus berani kotor dengan tanah liat. Ini yang membuat anak zaman sekarang berpikir ulang untuk menekuni. Umumnya, anak-anak muda kan lebih memilih bekerja di kantor atau pabrik,” kata Subari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya