SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

“Mohon bantuan doa… rekan kita CHAERUL ANWAR (Prodip BC Akt 12) mendapat musibah: anaknya Muhammad Ammar Fadhil, 3,5 th dan Nayla, 6 bl DICULIK oleh pembantunya karena kebetulan ke dua ortunya bekerja”

Demikian bunyi status pada jejaring sosial Facebook Muchamad Ardani, Senin (31/5) siang. Status itu ditulis Kepala seksi Penindakan Kanwil Direktorat Jenderal Bea Cukai Semarang tersebut setelah menerima short message service (SMS) yang menginformasikan tentang penculikan anak sahabatnya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Pesan singkat itu saya terima sesaat sebelum jam istirahat,” ujar Ardani kepada Espos, Rabu (3/6).

Meskipun tidak satu angkatan pada saat mengikuti pendidikan formal di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Ardani mengisahkan, sejak sama-sama ditempatkan di pelabuhan Tanjung Priok, Chairul dan dirinya bersahabat erat.

Terbayang di benak Ardani wajah Chairul yang kalem namun murah senyum, khas orang asli Solo. Ardani yang asli Karanganyar ini membayangkan sahabatnya yang kini berkantor di Ditjen Bea Cukai Pusat itu pasti sangat kalut dan kebingungan ditambah sejuta perasaan lain yang wajar dialami orangtua bila dua anaknya diculik.

Selain menulis status, Ardani menginformasikan penculikan anak sahabatnya yang tinggal di Perumahan Bintang Metropol Blok A12/17, Bekasi Utara, Jawa Barat tersebut kepada rekan-rekannya sekantor, dengan harapan agar mereka turut mendoakan dan bergerak cepat membantu sang sahabat.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Beni, salah seorang teman sekantor Ardani yang mempunyai jaringan luas di terminal dan stasiun berniat membantu. Berbekal foto yang dikirim via fasilitas MMS, Beni menjalin koordinasi dengan “anggota jaringannya” secara intensif.

Dari hasil analisis, ditentukan beberapa titik yang memungkinkan kedatangan sang penculik dari Jakarta, di antaranya kemungkinan dia membawa anak-anak Chairul ke zona aman, yakni tempat asalnya, Purwodadi. Disimpulkan pula dua moda transportasi darat yang sangat mungkin dipakai adalah kereta api dan bus, meskipun ada 1001 kemungkinan lainnya.

Selepas melaksanakan Salat Asar, Ardani dan Beni mendapat informasi dari salah satu anggota jaringan yang mengaku melihat orang turun dari kereta api di Stasiun Tawang, dengan ciri-ciri yang telah diberikan. Ardani dan Beni segera bergegas menuju ke Tawang. Begitu memasuki area stasiun, belum sempat kami turun dari mobil, ada informasi tambahan perempuan yang dicurigai tersebut sudah keluar dari stasiun dan membawa bayi saja, sedangkan anak laki-laki yang berusia 3,5 tahun ditinggalkan di stasiun.

Oleh “teman” Beni, Muhammad Ammar Fadhil digendong. Dan dengan menumpang ojek, dia mengejar angkot yang membawa perempuan dan bayi yang ternyata memang Nayla. Sedangkan mobil yang ditumpangi Ardani dan Beni membuntuti dari belakang. Kurang lebih 1 km dari stasiun, mereka berhentikan angkot. Perempuan yang tak lain Wiji Astuti, 20, pembantu Chairul-Dahlia, mereka paksa turun.

Bak adegan film, mereka merebut Nayla dari gendongan Wiji, yang sempat mengundang perhatian orang yang kebetulan berada di lokasi tersebut. Apalagi salah seorang staf Kantor Bea Cukai Semarang, Syamsiah, turut serta mengenakan pakaian dinas lengkap. Nayla kemudian dipastikan aman dalam gendongan Syamsiah.

Sedangkan Ardani menggendong Ammar. Dengan sedikit pemaksaan, Wiji dibuat masuk mobil dinas Bea Cukai.“Kami lantas menuju tempat yang kami anggap aman, tanpa lupa membelikan keperluan makan dan minum Nayla dan Ammar,” ujar Ardani, yang mengaku sangat kasihan melihat dua bocah Balita yang polos dan lugu itu menjadi korban penculikan.

“Kami tidak dapat membayangkan apabila peristiwa tersebut menimpa kami.” Segera mereka menginformasikan berita baik itu kepada teman di Jakarta. Setelah “mengurus” Wiji, selanjutnya mereka memesan hotel dan menunggu kedatangan Chairul-Dahlia yang langsung bertolak dari Jakarta.

Dan kurang lebih pukul 20.45 WIB, Chairul kembali bertemu dua buah hatinya. Setelah tangis kebahagiaan pecah, suasana menjadi cair manakala Ammar yang digendong bapaknya dengan polos berkata, “Bapak aku tadi naik kereta api, enak banget lho.” Tangis bercampur tawa kebahagiaan pun kembali pecah.

“Terima Kasih semua teman yang tiada henti hentinya berdoa dalam membantu pengungkapan penculikan anak teman kami. Usaha yang maksimal tanpa didukung kekuatan doa bagi saya suatu kemustahilan,” ujar Ardani.

Bagaimana nasib Wiji? Selasa (2/6) dini hari Wiji telah berada kembali di Bekasi, tepatnya di kantor polisi. Di hadapan penyidik, penculik ini mengakui bekerja untuk sindikat perdagangan anak. Ammar dan Nayla sedianya akan dijual ke penadah di Semarang, sebelum dijual lagi ke luar negeri. “Saya jual ke pembeli anak kecil,” kata Wiji, seperti dilaporkan
Tempointeraktif, di sela-sela pemeriksaan olrh Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi, Rabu.

Wiji menculik dua anak itu, Senin pagi. Dari rumah tempat dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga, Amar dan Nayla dibawa ke Stasiun Bekasi. Di sana telah menunggu, teman prianya, Riyan, yang telah membelikan tiga tiket kereta api menuju Semarang. Menurut Wiji, dia memperoleh upah dari Riyan Rp 1 juta. Selanjutnya, Riyan menjual dua Balita itu senilai Rp 2 juta kepada penadah yang lebih besar, Yanto. Kedua penadah ini adalah warga Tigowanu, Gubug, Semarang.

Penculikan terhadap kedua Balita tersebut, diakui Wiji telah direncanakan lama, dengan berpura-pura menjadi rumah tangga antara tanggal 10- 31 Juni. Selama rentang waktu 12- 31 Juni, setiap hari Wiji berhubungan dengan Riyan melalui telepon seluler.

ike

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya