SOLOPOS.COM - Tumpukan sampah di TPA Troketon, Kecamatan Pedan ditumpuk dan ditimbun menggunakan tanah, Kamis (24/2/2022). Ketinggian tumpukan sampah itu diperkirakan mencapai sekitar 5 meter. (Solopos/TAufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Kongres Sampah II tingkat Provinsi Jawa Tengah (Jateng) rampung digelar di Paseban Candi Kembar, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Sabtu-Minggu (25-26/6/2022). Ada sejumlah poin dari hasil kongres tersebut, seperti penanganan sampah dilakukan di tingkat desa hingga komitmen calon pemimpin terkait pengelolaan sampah.

Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Provinsi Jateng, Peni Rahayu, mengatakan rumusan hasil sidang Kongres Sampai II sudah menjabarkan pengelolaan sampah terintegrasi mulai dari hulu hingga hilir. Dia juga menjelaskan ada kesepakatan bersama yang dituangkan dalam ikrar berisi lima poin.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Tadi ada ikrar yang di sana ada terkait desa mandiri sampah. Ini tentu tetap masih ditindaklanjuti, seperti apa kriterianya. Terkait dewan sampah ini sudah menjadi putusan kongres pertama dan sudah dibentuk, tinggal meminta persetujuan gubernur. Kemudian terakhir ada komitmen bagi calon pemimpin,” kata Peni seusai penutupan kongres di Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Minggu (26/6/2022).

Berdasarkan data yang dihimpun, lima poin ikrar tersebut, yakni bergotong royong, berkolaborasi mewujudkan desa mandiri sampah. Ngelongi, Nganggo, Ngolah (Telung Ng) sebagai komitmen pengelolaan sampah harus menjadi mata ajaran atau kurikulum sekolah di segala arah demi lingkungan lestari dan rakyat sejahtera.

Ekspedisi Mudik 2024

Penguatan kelembagaan yang didukung kebijakan sumber daya ilmu pengetahuan yang inovatif serta ramah lingkungan juga memerlukan komitmen koneksitas antarpihak aktor penting pengelolaan sampah.

Baca Juga: Spesial, Desa di Klaten ini Jadi Tuan Rumah Kongres Sampah II Jateng

Kongres menghasilkan rekomendasi untuk fungsi utama dewan sampah. Komitmen pengelolaan sampah menjadi salah satu butir janji politik calon pemimpin.

Peni menjelaskan pengelolaan sampah membutuhkan keterlibatan dari berbagai pihak. Dia berharap persoalan sampah bisa rampung di tingkat desa.

“Setelah kongres ini tentu hasil masing-masing komisi akan kami tindak lanjuti. Pertama, dari yang terkecil terlebih dahulu dari rumah tangga karena terbesar produk sampah dari rumah tangga. Kalau dari yang terkecil sudah diolah, kemudian ke tingkat RT. Sebenarnya bank sampah terkecil ada di tingkat RT. Selanjutnya sampai ke kelurahan/desa. Atau bisa dengan skema lain dengan TPS3R kalau sisa di rumah tangga maupun di tingkat RT tidak teratasi,” kata Peni.

Peni berharap seminimal mungkin sampah dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Pasalnya, saat ini membangun TPA di Jateng sangat sulit untuk menyediakan lahan. Salah satu persyaratan pendirian TPA, yakni radius lokasi dengan permukiman 1 km.

Baca Juga: PENGELOLAAN SAMPAH KLATEN : TPA Troketon Masih Butuh Lahan 12,5 Hektare

Peni mengungkapkan di Jateng ada 60-an TPA. Namun, dari jumlah itu hanya sekitar 40 persen TPA yang mengelola sampah.

“Sisanya hanya menumpuk saja,” kata Peni.

Dalam rumusan komisi kongres sampah tersebut juga mencantumkan terkait komitmen akademisi membentuk sekolah sampah berbasis jejaring untuk membangun pengetahuan baru. Peni berharap selain inovasi teknologi, sekolah sampah tersebut juga menjadi media belajar manajemen pengelolaan sampah.

“Kenyataannya, sebagian besar dari evaluasi yang sudah dibuatkan TPS3R, kendalanya justru dalam manajemen pascapembangunan. Ada yang kekurangan anggaran, kekurangan SDM, dan lain-lain,” kata dia.

Baca Juga: PENGELOLAAN SAMPAH KLATEN: Mangkrak, BPD Sumberejo Klaten Kaji Bank Sampah

Pakar lingkungan dari UGM, Prof. Suratman, mengatakan ada inovasi dari Kongres Sampah II Jateng di antaranya ada kolaborasi pentahelix yang menjadi kekuatan mengubah tatanan manajemen sampah. Selain itu, ada unit terkecil untuk mengatasi sampah dan disepakati di tingkat desa. Desa diharapkan bisa menjadi desa mandiri sampah.

“Desa mandiri sampah ini sementara ada empat kriteria, yakni memiliki peraturan desa tentang manajemen sampah, memiliki bank sampah, dikelola oleh BUM desa, serta ada Satgas sampah,” kata Suratman.

Terkait peran akademisi, Suratman menjelaskan akan membangun sekolah sampah berjejaring. Bakal ada sekolah sampah secara offline dan online.

Sementara itu, hasil penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi universitas akan dihilirisasi ke desa mandiri sampah. Jika sampah sudah tertangani di unit terkecil, Suratman menilai tak perlu dibangun TPA sampah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya