SOLOPOS.COM - Tradisi Gebyag Cah Angon Desa Entak, Kebumen. (Istimewa/YouTube @rahasiatauhid9921)

Solopos.com, KEBUMEN — Gebyag Cah Angon merupakan tradisi yang digunakan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di Kebumen, khususnya Desa Entak. Tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Jika di di beberapa daerah ada sekaten, kirab, dan grebeg maka di Kebumen ada tradisi Gebyag Cah Angon. Tradisi ini biasa dilakukan di daerah Pantai Pranji Desa Entak, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Tradisi ini sudah berlangsung turun-menurun dan diperingati setiap tanggal 12 Rabiul Awal atau 12 maulid. Waktu tersebut merupakan hari sakral di mana masyarakat Desa Entak wajib melaksanakan tradisi Gebyag Cah Angon. Hal ini dilakukan masyarakat agar mendapatkan berkah, keselamatan, dan kesejahteraan hidup.

Nama Gebyag Cah Angon sendiri memiliki sejarah unik di baliknya. Pada zaman dahulu di Desa Entak, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, anak-anak yang masih berusia 12 tahun sudah terbiasa menggembala ternaknya seperti sapi dan kambing.

Penggembalaan ini biasanya dilakukan di pesisir pantai. Pada bagian selatan kawasan berpasir halus terdapat zona penyangga yang disebut dengan Bra-Sengaja. Di sana ada hamparan rerumputan hijau sehingga banyak cah angon yang menggembalakan hewan ternaknya.

Cah angon sendiri sebenarnya adalah kependekan dari bocah angon (anak penggembala atau penggembala kecil). Penggembala kecil dalam Bahasa Jawa disebut dengan istilah bocah angon.

Sedangkan Gebyag diartikan sebagai perhelatan yang dilakukan banyak orang secara bersama-sama. Dari sana kemudian dinamakanlah Gebyag Cah Angon.

Tradisi Gebyag Cah Angon merupakan tradisi yang pelaksanaannya tidak hanya selesai dalam sehari namun merupakan rangkaian kegiatan yang berisi aktivitas bersama. Namun, yang namanya Gebyag Cah Angon merupakan acara yang hanya dilakukan setahun sekali.

Uniknya, dengan adanya persatuan para pemuda dengan seluruh lapisan masyarakat demi terselenggaranya Gebyag Cah Angon menjadi poin penting bahwa Gebyag Cah Angon membawa kebersamaan, memupuk toleransi, dan persatuan.

Segala aktivitas yang ada dalam tradisi Gebyag Cah Angon memiliki tujuan yaitu sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas panen atau ternak yang melimpah di tahun ini serta mengharap berkah dari Tuhan Yang Maha Esa untuk segala kebaikan dan kesejahteraan di tahun depan.

Sebelum acara Gebyag Cah Angon dimulai, biasanya masyarakat menggelar kerja bakti bersama yang disebut kerigan. Kerigan ini dilakukan secara gotong royong dengan pembagian tugas yang antara pemuda, bapak, dan ibu.

Aktivitas bersih desa atau biasa disebut merti desa menandakan kesucian. Jadi ketika tradisi Gebyag Cah Angon akan dilakukan maka desa lebih dahulu harus bersih karena tradisi ini mengandung nilai harapan untuk kebaikan bersama.

Bangunan kepercayaan bahwa segala upaya untuk baik harus diawali dengan yang bersih. Kemudian dilanjutkan dengan membersihkan Makam Syekh Maulana Nurul Dhuhur atau Mbah Dhuhur yang merupakan penyiar agama Islam di wilayah pesisir selatan Kebumen.

Sebelum pelaksanaan acara Gebyag Cah Angon, masyarakat bersama-sama membuat sangon atau bekal untuk dibawa ke Pantai Segara Kidul. Sangon dibuat karena pada masa dahulu biasanya bocah angon tersebut membawa bekal makan saat mereka menggembalakan ternaknya.

Sangon ini biasanya berisi jajan pasar dengan menu wajib telur bebek/entog rebus yang disebut entak-entik atau sangonan pesisiran. Entak bermakna selamatan untuk kalangan tua. Sedangkan entik merupakan selamatan untuk kalangan anak kecil.

Ciri khas dari tradisi Gebyag Cah Angon masyarakat Desa Entak adalah melakukan kirab lembu atau menggiring sapi dan kambing ke Segara Kidul. Tradisi ini dimulai dengan arak-arakan sapi oleh pemiliknya.

Sapi diarak mulai dari desa hingga tempat acara berlangsung yaitu di Pantai Pranji. Sebelum diarak setiap penggembala (cah angon) mendandani sapi dengan berbagai aksesori leher.

Setelah para ternak di tempatkan di padang rumput di pesisir pantai kemudian para peternak melakukan ritual. Selanjutnya menuju pantai Pranji.

Sesampainya dipantai acara selanjutnya adalah wilujengan yang ditengarahi dengan pemotongan tumpeng, yang diiringi dengan doa bersama, doa yang dibaca yaitu tiga kali kalimat syahadat, tiga kali Al-Fatihah, sebelas kali Al-Ikhlas, dan satu kali An-Nas.

Selanjutnya, seblak cemethi yang diiringi dengan tembang tradisional cah angon yaitu tembang Lir-Ilir dengan cengkok dhandanggula dan suasana khas anak gembala.

Gebyag Cah Angon juga menghadirkan kesenian-kesebian khas seperti eblek, ketoprak, kuda lumping, dan campur sari. Serta ada juga lomba panjat pinang untuk menyemarakkan acara. Hal ini dikatakan oleh masyarakat sebagai bentuk nguri-uri budaya Jawa.

Sebagai puncak acara Gebyag Cah Angon, warga bersama-sama melakukan besem atau bakar gubuk atau bakar kandang bambu. Dahulu yang dibakar adalah alang-alang yaitu sejenis rumput yang tumbuh liar di sekitar pantai.

Lantaran alang-alang sudah sangat jarang maka sebagai penggantinya adalah jerami yang dipasang sebagai atap pada sebuah gubuk. Hal itu sebagai simbol agar para pemilik ternak dijauhkan dari sangkala.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya